Senin, 24 Agustus 2009

beautiful,,,


eramuslim - Menjelang tengah hari yang indah di Iizuka. Suasana terang-benderang dengan sinar mentari yang menerobos dari balik awan. Bumi bagaikan diselimuti cahaya putih. Sinarnya yang berpendar-pendar membuat silau mata memandang. Alam sekitar terasa hangat bersahabat, walau udara di musim dingin tak urung pula menampar permukaan kulit yang terbuka.

Hmm...
Sabtu yang cerah. Saatnya menikmati kebersamaan dengan seisi anggota keluarga. Hari kerja yang biasanya melelahkan seakan terhapus oleh wajah-wajah ceria. Bahkan, sekedar berbelanja di sebuah supermarket dekat rumah pun menjadi hiburan yang tak kalah meruahkan kebahagiaan. Kemudian sibuk memilih barang-barang untuk keperluan sepekan. Setelah selesai, segera beranjak pulang.

Sambil bersenda-gurau di sela obrolan, perjalanan menjadi tak terasa panjang dan membosankan. Walaupun, ingin pula rasanya kaki melangkah lebih cepat agar segera merasakan kehangatan dari pemanas ruangan di rumah. Namun aneka ragam barang belanjaan di keranjang baby car, semakin membuat kedua pasang rodanya berdecit gusar pada aspal jalanan.

Uups...
Sesaat istri menghentikan pembicaraan seraya menunjuk ke satu arah. Lalu terukir senyuman di wajahnya.

"Hmm... Si Morning," aku bergumam seraya tersenyum pula.

Sebuah sapa yang sering dilontarkannya setiap kali bersua, membuatku memanggilnya Si Morning. Mungkin sapaan itu pula yang pernah dan selalu mengukir kesan di hati karena keramahan sifatnya.

Langkah anak istimewa itu masih saja tampak goyah, sehingga dari jauh sosoknya tetap saja bisa dikenal. Tubuhnya yang pendek dibalut baju hangat berlengan panjang, sementara topi putih menutupi kepalanya yang berukuran besar dan dicukur botak. Sepintas ia terlihat tersenyum lebar, berpadu dengan ciri khas spesifik mongolism di wajah. Kedua matanya sipit dan turun, serta letaknya saling berjauhan. Dagu yang kecil juga membuat lidahnya seakan menonjol keluar.

Ia yang saat itu berjalan bersama ayahnya lantas semakin mendekat, dan sapa ramahnya pun kembali terdengar. Sungguh hanya sebentuk kata sederhana, namun entah mengapa banyak hati yang berat dan lidah kelu untuk mengucapkannya.

Anak laki-laki itu pasti lelah. Butiran keringat masih tersisa dan tampak berkilauan di wajah. Namun, matanya berbinar-binar bagaikan melihat sesuatu yang sangat berharga ketika melihat anak kami, Zafirah Asy-Syifa. Kemudian dari bibirnya yang setengah terbuka terucap kata, "Beautiful...," dengan nada suara terdengar gagap.

Seketika itu juga aku kembali terperangah karena ucapannya. Sesaat, pikiran mengembara.

Tentu saja buah hati tercinta ini tidaklah secantik seperti pujiannya, tapi Asy-Syifa laksana putri raja nan jelita bagi kami berdua. Pun, semua anak yang dilahirkan di dunia pasti tampan dan cantik menawan, karena mereka adalah ciptaan Allah yang Maha Sempurna. Anak-anak juga sebuah anugerah terindah dan berharga yang dimiliki setiap orang tua.

Namun entahlah...
Dengan penampilan fisiknya yang aneh dan berbeda, mungkin sukar rasanya ia akan menerima pujian serupa dari orang lain yang melihatnya. Tapi bagi kedua orang tuanya, Si Morning adalah lelaki tertampan di dunia dan kebanggaan mereka. Aku yakin pula bahwa ia adalah seorang anak yang tumbuh dalam keluarga yang tak pelit memberikan penghargaan. Bukankah seorang anak akan belajar dari apa yang orang tua ajarkan terhadap dirinya?

Sebagaimana mereka tumbuh dalam cacian, maka ia akan menjadi orang yang gemar mencaci. Bila tumbuh dalam keluarga yang kering terhadap apresiasi, akan sulit rasanya berharap ia memberikan juga apresiasinya kepada orang lain. Dan jika anak tersebut tumbuh dalam nuansa penuh curahan kasih sayang, kelak ia pun akan menjadi seseorang yang senang mengasihi.

Saat ini...
Aku teramat yakin dan percaya. Anak laki-laki istimewa itu tentu tumbuh dalam sebuah keluarga yang suka memberikan pujian, kasih dan cinta. Padahal segala kekurangan yang jelas ada pada dirinya mungkin tak akan membuat orang lain memandang walau dengan sebelah mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Blogger Templates