Minggu, 23 Agustus 2009

dia tampak (lebih) muda,,,

“Kamu umurnya berapa sih?” Perempuan itu hanya menjawab dengan senyum. “Coba tebak, berapa hayo?” dia malah balik bertanya dengan ekspresi jenaka. “Hmm, kayaknya sih kelahiran tahun 80an deh?” Lagi-lagi dia hanya menjawab dengan senyum. Tarikan bibirnya makin rekah. Kepalanya menggeleng.

“Oh, salah ya? Lebih muda atau lebih tua dari itu?”
teman barunya masih penasaran. “Lebih tua.” Kali ini jawabnya mantap, penuh percaya diri.

“Pasti tahun 78-an lah, tak lebih,” si penanya menebak yakin.
Kembali si wanita muda tertawa. renyah, menampakkan gigi gerahamnya. “Saya lulus SMU tahun 1992. Bisa dikira-kira kan, berapa usia saya?”

“Oh, ya?” gadis muda yang menanyainya menaikkan alis.
Menatapnya dengan mata membulat. “Wah, tampang Mbak muda sekali! Mbak bahkan kelihatan lebih muda dibanding saya. Padahal saya angkatan tahun 98 lho”.

Mereke berdua tertawa bersama. Obrolan pun terus mengalir ringan antara dua teman seperjalanan, menyaingi deru kereta fajar utama jurusan Jogya-Jakarta.

Perempuan itu, panggil saja namanya Tia. Seorang wanita lajang, dengan kategori usia matang. Lahir di sebuah kota di Jawa Tengah padah tengah tahun 1974.

Bila kenalan barunya di perjalanan menyangka ia lahir di atas tahun 1980, itu bukanlah suatu hal yang diherankannya. Karena memang bukan yang pertama.

Banyak, banyak sekali sebelumnya yang menyangka demikian, hingga dia sudah terbiasa dan selalu hanya menanggapi dengan tawa.

Biasanya, seseorang tampak lebih muda dari usianya rena tubuh yang mungil atau wajah yang imut. Ditambah wajah cantik segar dan kulit terang bersih, kesan muda akan lebih nampak. Namun tidak demikian dengan Tia.

Sesungguhnya Tia tidaklah terlalu imut. Tampangnya biasa saja. Sederhana, seperti kebanyakan perempuan Jawa pada umunya. Kulitnya pun cenderung gelap. Lantas apa dong yang menyebabkan dia tampak sedemikian muda dibanding usianya? Gaya dan sikap hidup kesehariannya. Saya percaya itu jawaban pertamanya.

Tia adalah seorang aktifis dalam arti yang sesungguhnya. Dia memiliki seabreg kegiatan yang membuatnya senantiasa bergerak setiap hari. Dari mulai mengajar TPA, memberi kursus bahasa inggris, mengajar privat, mengisi kajian, menjadi panitia ini itu, bakti sosial dan lain-lain. Semuanya ia kerjakan dengan penuh semangat.

Tia juga seorang yang periang. Dia senantiasa tersenyum. Tertawa adalah salah satu hobinya. Tentu saja urat-uratnya menjadi rileks, dan membuat wajahnya menjadi lebih bercahaya. Bukankah kebahagiaan, keceriaan, ketulusan dan keramahan akan membuat seseorang tampak jauh lebih muda? Dan kepedihan, kemarahan, keputusasaan, kemurungan akan berakibat sebaliknya? Tia bilang dia berusaha untuk menghayati sikap-sikap itu. Positif thinking terhadap setiap orang lain dan setiap peristiwa katanya. Dia ramah kepada semua orang dan suka menolong. Tia dekat dengan anak-anak dan para ABG. Saat bersama mereka, ia pun bisa masuk dalam dunia mereka. Bisa ngemong, menjadi panutan, namun tak kehilangan jiwa kanak-kanak dan ABGnya. Mungkin itu juga menambah jiwa mudanya.

Tia juga memiliki kebiasaan yang membuatnya awet muda.
Ia tak pilih-pilih soal makanan. Tidak nyirik, orang jawa bilang. Ia bahkan gemar makan, namun tubuhnya tidak melar. Tinggi beratnya proporsional. “Saya membiasakan diri mengonsumsi makanan sehat. Saya tak pernah diet. Saya tidak menolak kue-kue. Bahkan es krim dan coklat adalah favorit saya. Tapi saya selalu mengimbangi dengan banyak makan sayur dan buah. Saya yang tadinya tidak suka sayur, kini hobi makan sayur baik yang dimasak maupun lalapan. Saya sangat suka uah dan minum jus. Kalau ini sudah kebiasaan sejak kecil. Saya cenderung menghindari fast food dan soft drink dan lebih memilih minum susu atau air putih”.

Pernah suatu hari ia berada dalam sebuah pelatihan dan makan siang bersama seorang instruktur dan koleganya. Sang instruktur berkomentar, ”kulitmu lebih gelap, tapi kamu lebih segar. Pasti kamu suka sayur. Dia kulitnya putih, tetapi terlihat kusam. Jarang makan sayur dan buah ya?” Tia dan temannya hanya tertawa mengiyakan.

Satu lagi kebiasaan Tia yang lain. Ia rajin senam. Minimal 2x seminggu masing-masing selama setengah jam. Bagi Tia, olahraga sudah menjadi kebutuhan, seperti halnya makan dan tidur. Tia berpendapat, olah raga yang cukup dan teratur akan membuat tubuh rileks, kuat serta tidak mudah terserang penyakit. Dan yang pasti, olah raga membuat tubuh bugar, kencang dan segar. Itu semua berarti awet muda, bukan? Tanya Tia retoris.

Dan satu analisa penutup saya atas tampang awet muda Tia. Ia gemar mengenakan busana-busana yang trendy,
khas anak muda masa kini, tetapi tetap syar’i. Pakaian favoritnya berbahan denim, saya tahu itu karena ia nyaris selalu mengenakannya dalam berbagai kesempatan tiap kali saya bertemu dengannya. Sebagai padananya, ia mengenakan blus dengan warna-warna terang dengan model yang sedang trend untuk anak muda, dilengkapi dengan kerudung senada. Tia sering memakai sepatu kets atau sepatu kanvas dan kemana-mana selalu menyandang tas punggung. Ditambah dengan gayanya yang lincah dan gesit, serta karakter periang dan suka tertawa, Tia lebih sering disangka sebagai mahasiswi bukan karyawati. Ia memang lebih layak berusia awal 20an, bukan akhir dua puluhan.

“Ah, itu hanya bagian dari upaya menikmati hidup,”
komentar Tia ringan menanggapi pertanyaan atas gayanya yang meremaja. “Saya khan masih lajang, nggak seru dong kalau saya berpakaian ala ibu-ibu,” Tuturnya embali sambil nyengir riang.

Kemudian dengan mimik sungguh-sungguh Tia bercerita.
Suatu hari ia membaca sebuah rubrik konsultasi psikologi di majalah wanita. Ada seorang gadis berusia tiga puluhan. Dia malu karena sering dipanggil ibu padahal belum menikah. Gadis itu juga mengeluhkan kondisinya yang belum juga mendapatkan jodoh di usianya yang telah matang. Pengasuh rubrik memberi saran kepada penanya agar merubah penampilannya dengan mengenakan busana yang benuansa lebih muda. Dia juga menyarankan agar gadis itu menikmati hidupnya, berpikir positif, memperluas pergaulan dan yak-banyak melakukan aktifitas yang bermanfaat bagi pribadi, keluarga dan masyarakat.

“Saya sangat sepakat saran dengan ibu pengasuh rubrik tanya jawab itu,” lanjut Tia menutup ceritanya. “Saya telah mencobanya, menikmati hasilnya dan ingin membaginya kepada para muslimah lainnya, khususnya mereka para lajang berusia matang.”

Dengan senang hati, kemudian Tia memberikan tipsnya. Pertama-tama, prinsip dasar yang mesti dipegang adalah pakaian itu harus sesuai dengan aturan syar’i, yaitu menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan,
tidak ketat, tidak tipis dan tidak menerawang serta erudung wajib diulurkan sampai dada. Kedua, mengenai corak dan warna baju, model pakaian dan gaya kerudung terserah selera kita. Ini hanya masalah budaya, bukan aturan syar’i. Mengenakan gamis atau two pieces, jilbab lebar atau kecil, polos atau bercorak tidak masalah selama masih wajar.

Ketiga, pilih motif, warna dan model yang cocok untuk k muda, seperti kotak-kotak, garis, atau corak strak dengan warna-warna kuat dan model yang sedikit funky atau elegan. Keempat, variasi cara mengenakan jilbab akan memberi sedikit sentuhan tambahan.

Kelima, sesuaikan dengan kepribadian dan aktifitas. “Gaya saya mungkin hanya cocok untuk orang-orang yang lincah, gesit dan banyak aktifitas seperti saya. Sedang mereka yang pendiam, berpembawaan tenang dan anggun tentunya bisa memilih cara berpakaian yang lebih cocok bagi mereka, namun tetap berkesan muda,” komentar penutup Tia tentang tips berbusana. Tia bilang, tips ini tidak hanya berlaku bagi para wanita lajang, namun juga para istri. Berapa banyak para suami berpaling, karena istrinya tidak lagi menjaga penampilan setelah menikah? Padahal semestinya seroang istri lebih perlu menjaga penampilannya, agar suami yang biasa melihat yang indah-indah di luar tak tergoda karena istrinya pun pandai merawat diri.

“Jadi, sesungguhnya saya berpakaian dan memilih gaya hidup seperti ini bukan semata-mata karena saya masih lajang, tetapi lebih karena upaya saya menghargai diri saya sendiri sebagai seorang perempuan. Sama sekali bukan karena sekedar ingin dilirik orang. Insya Allah, setelah menikah nanti, saya tetap akan berpenampilan rapi dan trendi, mengonsumsi makanan sehat dan rajin olah raga karena ia adalah kebutuhan saya.” Hmm, layak dicoba bukan?

Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih Mbak, sampai sekarang masih tetap melajang? Tia kembali menjawab dengan senyum. “Tidak ada satu pun wanita normal di dunia ini yang tidak ingin menikah, tetapi jika Allah belum mempertemukannya dengan jodohnya, apalagi yang bisa dilakukan seorang muslimah selain mencoba menjalani hidupnya dengan bakti yang mampu ia lakukan sebagai lajang?” jawabnya diplomatis.


sbr:http://eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Blogger Templates