Minggu, 23 Agustus 2009

menikahlah,,agar engkau mendapat ketenangan,,

Sangat tiba-tiba. Ya, saat itu ia menelpon saya dan mengabarkan bahwa ia akan segera menikah. Saya pun ribut, berucap alhamdulillah dan memprotesnya dengan banyak tanya. Perasaan baru beberapa hari sebelumnya, ia membahas tentang kesendiriannya, tentang harapannya meniti karier, tentang keinginannya melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, tentang banyak hal, tapi bukan yang satu itu. Menikah.

Pertanyaan yang begitu deras dalam benak akhirnya menemukan muaranya. Ia datang ke rumah dan melimpahi saya begitu banyak cerita. Dan yang paling penting, cerita tentang mengapa ia memutuskan menikah dulu ketimbang melanjutkan kuliahnya seperti yang selama ini ia rencanakan. Pada saat tulisan ini dibuat, usia pernikahannya sudah setahun lebih bahkan ia sudah dikaruniai seorang anak lelaki.

“Jika kamu jadi saya, kamu mau pilih selamat dulu atau berrsenang-senang?” Ucapnya penuh makna. Saya menjawab yang pertama. Dan ia mengangkat jempolnya.

“Saya juga milih selamat dulu, baru kegembiraan meraih gelar sarjana. Insya Allah dengan menikah saya akan selamat dan tenang pikirannya,” ucapannya tadi membuat alis saya bertaut.

Saya tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Menikah bukan main-main. Menikah adalah hal besar yang memerlukan waktu memutuskan tidak dalam bilangan beberapa hari. Ada banyak bekal yang harus dipersiapkan untuk menjalaninya. Tidak cukup modal insya Allah saja. Jika menikah asal-asalan, bukankah ‘selamat’ yang ia maksud hanya isapan jempol belaka. Melihat raut protes saya, ia tersenyum.

“Nul, tau kan kalo ke Gramedia niat saya baik, ingin beli buku, baca-baca yang bermanfaat. Tapi kadang jadi memilih pulang gara-gara suka ada setan cantik lewat, pake baju seksi. Sebagai lelaki normal, taulah…” ucapnya menggantung. “Mungkin jika sudah menikah, saya pasti berfikir ah itu mah biasa dan ngga usah pusing” lanjutan perkataannya membuat saya melongo dan berucap “Dih, serem amat”.

“Jadi tujuan kamu menikah seperti itu?” Tanya saya serius. Ya, bukankah sepele sekali alasan mengapa ia menikah? Hanya karena tidak tahan dengan godaan perempuan. Mengapa ia tidak menundukkan pandangan. Bisa jadi itu solusi. Setidaknya itu menurut saya.

“Iya sih kesannya hawa nafsu banget, tapi memangnya ga boleh Nul? Bukankah tujuan menikah itu salah satunya adalah agar kita terhindar dari hal-hal yang diharamkan, terhindar dari zina, dan menjadikan pikiran kita menjadi tenang. Kebetulan saudara saya menawarkan seorang perempuan dari keluarga baik-baik dan bersiap menikah. Saya memutuskan menikah diantara pilihan melanjutkan kuliah. Doain ya Nul,” ucapnya panjang lebar.

Selanjutnya saya diam, mencerna apa yang dikatakannya. Sebetulnya ingin sekali mempertanyakan kembali mengapa begitu cepat ia memutuskan. Namun melihat kesungguhannya, saya hanya tersenyum, semoga Allah memudahkan urusan pernikahannya. Saya cukup baik mengenalnya, ia teman saya di SMA.

***

Dalam sebuah kesempatan, ketika berbincang dengan suami, saya bertanya bagaimana perasaannya setelah menikah.

“Bahagia, pikiran menjadi lebih terarah dan yang pasti hati menjadi lebih tenang,” itu jawabnya. Sebuah jawaban yang kemudian membuat saya mengenang ucapan teman yang saya ceritakan di atas. Dengan menikah, hati menjadi lebih tenang.

Menikah dengan tujuan menyelamatkan diri dianjurkan oleh agama. Bukankah Rasulullah SAW sendiri bersabda dalam sebuah hadist bahwa satu dari tiga golongan yang berhak ditolong Allah selain orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang menebus dirinya dari tuannya, adalah pemuda yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari hal yang haram.

Dalam Al-Quran Allah berfirman:

“Dialah yang menjadikan kamu dari diri yang satu, kemudian menjadikan daripadanya istri, agar ia merasa tentram dengannya.” (QS 7:189)

“Di antara tanda-tanda kekuasaan Nya, dijadikan-Nya bagi kalian istri-istri dari jenis-jenis kalian sendiri, agar kalian merasa tentram dengannya dan dijadikannya di antara kalian kasih sayang.” (QS 30:21)

Dari kedua ayat tersebut jelas disebutkan bahwa tujuan dari sebuah pernikahan adalah agar mendapatkan ketenangan dan ketentraman serta mendapatkan kasih sayang satu sama lainnya.

Dengan menikah, ketenangan itu bisa jadi melimpah, karena rindu itu menemukan muaranya, kasih sayang itu berada pada bingkai yang halal bahkan dinilai Allah sebagai ibadah, juga terpeliharanya diri dari perbuatan maksiat.

sbr:http:eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Blogger Templates