Selasa, 25 Agustus 2009

naseHat IbU,,

Selama berabad-abad, ibu selalu memberi nasihat yang baik dan pepatah yang patut dicatat pada anak mereka. Dan berikut ini hanya beberapa contoh kecil:

Ibu Monalisa
"Aku dan ayahmu sudah mengeluarkan uang banyak untuk membeli kawat gigimu, Mona ... apa hanya itu senyum paling lebar yang bisa kau berikan pada kami?"

Ibu Colombus
"Aku tidak peduli kau menemukan apa, Christoper... setidaknya kan kau bisa menulis surat padaku?!"

Ibu Albert Einstein
"Tapi, Albert ... ini kan acara pemotretan SMUmu, apa kau tidak bisa merapikan rambutmu sedikit? Pakai gel, mousse, atau apalah...?"

Ibu Michael Angelo
"Mike, apa kau tidak bisa melukis di tembok saja seperti anak-anak
lain? Kau tidak bisa membayangkan ya, susahnya membersihkan lukisanmu di langit-langit?!"

Ibu Batman
"Mobilmu bagus, Bruce. Tapi apa kau sadar seberapa mahal asuransinya?"

Ibu Superman
"Clark, ayahmu dan aku sudah membicarakan ini dan kami memutuskan untuk memberimu saluran telepon sendiri, supaya kau tidak usah sering-sering masuk ke boks telepon umum"

Ibu Thomas Edison
"Tentu saja aku bangga kau menemukan bola lampu listrik ... Thomas. sekarang matikan lampu itu dan pergi tidur!"



http://www.blogcatalog.com/blog/blog-humor-indonesia/01a7ee786f8b9dab5def0f317c931960

Selanjutnya baca aja sendiri.....

ketika pelauT pUlaNg ke RumaH,,,

PADA suatu ketika pelaut pulang dari berlayar. Setiba di rumah, ia disambut oleh anak semata wayangnya yang baru berumur lima tahun.

"Sini, anakku. Papa kangen," katanya.

"Iya, Pa. Budi juga kangen," jawab si anak.

"Bagaimana mamamu selama papa di laut? Baik-baik saja khan, sayang??" tanya papanya lagi.

"Iya, Pa. Mama di rumah setiap malam terus berdoa kepada Tuhan untuk keselamatan papa, karena sering aku mendengar dia selalu berdoa Oh God... Oh Yess.. Oh Noo..."

Selanjutnya baca aja sendiri.....

IstRi yanG beRunTung,,,

Seorang istri masuk rumah dengan memakai sepatu baru, lalu berkata kepada suaminya..

Istri: "Aku lg beruntung pah,tadi waktu aku buang sampah aku nemuin sepatu yang masih baru..aku cobain dan cocok dengan ukuran ukuranku.."

Suami: "Wah, kamu sangat beruntung sayang."

Beberapa hari kemudian istri pulang dari belanja dengan memakai mantel baru..

Istri: "Aku sangat beruntung pah,waktu aku pulang naik taxi ada mantel baru ketinggalan dalam taxi..aku cobain ternyata cocok sekali dengan ukuranku.."

Suami: "Kamu bener-bener beruntung istriku..aku ga seberuntung kamu..Tadi aku nemuin 3 celana dalam dibawah bantal kita..Tapi semuanya ga ada yang cocok dengan ukuranku..

Selanjutnya baca aja sendiri.....

Senin, 24 Agustus 2009

cInTa sePanJanG maSa,,,

Ia adalah wanita yang terus hidup dalam hati suaminya sampaipun ia telah meninggal dunia. Tahun-tahun yang terus berganti tidak dapat mengikis kecintaan sang suami padanya. Panjangnya masa tidak dapat menghapus kenangan bersamanya di hati sang suami. Bahkan sang suami terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Sang suami terus mencintainya dengan kecintaan yang mendatangkan rasa cemburu dari istri yang lain, yang dinikahi sepeninggalnya. (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Suatu hari istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain (yakni ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebutnya.” (HR. Bukhari)

Ya, dialah Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushai. Dialah wanita yang pertama kali dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membina rumah tangga harmonis yang terbimbing dengan wahyu di Makkah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menikah dengan wanita lain sehingga dia meninggal dunia.

Saat menikah, Khadijah radhiyallahu ‘anha berusia 40 tahun sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia 25 tahun. Saat itu ia merupakan wanita yang paling terpandang, cantik dan sekaligus kaya. Ia menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak lain karena mulianya sifat beliau, karena tingginya kecerdasan dan indahnya kejujuran beliau. Padahal saat itu sudah banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang hendak menikahinya.

Ia adalah wanita terbaik sepanjang masa. Ia selalu memberi semangat dan keleluasaan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari kebenaran. Ia sendiri yang menyiapkan bekal untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyendiri dan beribadah di gua Hira’. Seorang pun tidak akan lupa perkataannya yang masyhur yang menjadikan Nabi merasakan tenang setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali yang pertama, “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih) (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Pun, saat suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah untuk mulai berjuang mendakwahkan agama Allah dan mengajak pada tauhid, ia adalah wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah utusan Allah dan kemudian menyatakan keislamannya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit pun juga.

Khadijah termasuk salah satu nikmat yang Allah anugerahkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau pada saat-saat yang kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, juga rela menyerahkan diri dan hartanya pada beliau. (Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury di dalam Sirah Nabawiyah)

Suatu kali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau menyebut-nyebut Khadijah, “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita lain selain Khadijah?!” Maka beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Khadijah itu begini dan begini.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Ahmad pada Musnad-nya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “begini dan begini” adalah sabda beliau, “Ia beriman kepadaku ketika semua orang kufur, ia membenarkan aku ketika semua orang mendustakanku, ia melapangkan aku dengan hartanya ketika semua orang mengharamkan (menghalangi) aku dan Allah memberiku rezeki berupa anak darinya.” (Mazin bin Abdul Karim Al Farih dalam kitabnya Al Usratu bilaa Masyaakil)

Karenanya saudariku muslimah, jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu maka sertailah dia dalam mencintai dan menegakkan agama Allah, sertailah dia dalam suka dan dukanya. Jadilah engkau seperti Khadijah hingga engkau kelak mendapatkan apa yang ia dapatkan. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Jibril mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, inilah Khadijah yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang di dalamnya tidak ada suara hiruk pikuk dan keletihan.”

Saudariku muslimah, maukah engkau menjadi Khadijah yang berikutnya?

Selanjutnya baca aja sendiri.....

cInTa,,??? KaTakan SaJa,,,


"Dear Mentari... aku tahu tiap hariku tak kan lewat tanpa sinarmu. Pun kini rasanya namamu telah mengisi ruang-ruang hati. Ada sepucuk harapan yang kadang timbul lalu pergi, bahwa diri ini selalu mencari kapan waktunya tiba untuk menjemputmu turun, ke sini".

Ummi,
Tahukah kamu, bahwa kalimat-kalimat di atas telah terukir dalam dadaku semenjak aku belum mendapatkanmu. Walau sederhana, namun ia mewakili hasrat hatiku untuk mendapatkan seorang mentari, seperti dirimu.

Ummi,
Tak terhitung ucap syukurku saat Dia membawamu ke hadapanku, saat itu. Saat kamu berkenan untuk membagi hidupmu denganku, saat kamu menyambut tawaranku untuk meminangmu, saat ikrar itu kulantunkan dan mulai detik itu kamu kan menghabiskan hari denganku, saat itu.

Mulai saat itu,
Rasanya tak terhitung keindahan yang telah kamu suguhkan padaku. Melalui senyum yang kulihat setiap memulai hari, melalui tutur katamu yang bak nyanyian bidadari, melalui belai lembutmu yang telah menghapus penatku, melalui tawamu yang menyegarkan hatiku, ... semua itu adalah keindahan tak berbilang yang tak sanggup lagi kuuraikan.

Mulai saat itu,
Tak sanggup pula kuhitung bilangan bubuk cinta yang telah kau taburkan, hingga laksana heroin-ia telah kuhirup dan memabukkanku sampai kini. Ketika kau basuh lukaku dengan kelembutanmu, kala aku terjatuh hingga tersungkur-dan kau memapahku hingga berdiri. Ketika kau hapus air mataku dengan kesabaranmu, kala langkahku tertatih-nyaris tak sanggup lagi menghadapi kesulitan yang pernah kita hadapi-dan kau memberikan kasihmu dengan caramu hingga tangisku berubah menjadi senyumku. Dan aku semakin cinta.

Mencintaimu,
Adalah memiliki kedua permata kecil kita, Dan aku seolah tak menginginkan apapun lagi.

Mencintaimu,
Adalah memiliki rumah sederhana kita, Dan di sanalah selalu tempatku kembali.

Mencintaimu,
Adalah memiliki seluruh detik yang telah kita lewati bersama, Dan dengannya kupersembahkan cinta ini. Walau tak terucapkan, walau mungkin tak kau rasakan, tapi percayalah, diriku mencintamu.

Mentariku,
Kau menghangatiku di sini.

-Dedicated to my beloved wife-

Menyatakan cinta kadang menjadi hal yang tidak familiar dan terasa vulgar untuk dilakukan. Sebagian orang bilang, cinta itu tak perlu dinyatakan, namun tercermin dari perilaku. Cinta itu tak perlu diperdengarkan bak rayuan gombal anak-anak muda yang sedang kasmaran, sebab cinta bisa diperlihatkan dari sikap dan tingkah laku.

Benarkah demikian?

Di saat lelah mulai merayapi hari-hari kebersamaan bersama pasangan tercinta, di saat waktu telah membuka setiap celah kelemahan dan membentangkan kenyataan dari sosok pasangan yang mendampingi kita, di saat segala bentuk persiapan dan perencanaan hidup mulai menguakkan keberhasilan atau kegagalan, di saat kita mulai menyadari betapa berartinya ia yang telah menjadi penopang kala kita lemah, penyemangat kala diri ini lelah, penghibur kala terserang gundah, ia telah menjadi teman sejati.

Jadi,
Masihkah ragu menyatakan cinta padanya?

Selanjutnya baca aja sendiri.....

biOla TaK beRdaWai,,

eramuslim - Bagaimana perasaan seorang ibu setelah melahirkan? Senang, bahagia, lega, dan entah perasaan apa lagi bercampur-aduk menjadi satu. Kebahagiaan itu bisa lenyap begitu saja, hancur berkeping-keping oleh sepatah kata dari dokter : “Down Syndrome”, “Autis” atau apa pun yang intinya mengatakan bahwa bayi yang baru lahir itu, kelak akan menjadi seorang tunadaksa. Kebahagiaan itu tiba-tiba lenyap seperti balon air yang pecah. Dan lengkung pelangi dalam gelembung-gelembung sabun itu pun lenyap. Keindahannya hanya bisa tertangkap mata sejenak untuk sesudahnya memercik pedih di mata kita.

“Byar.............!!!!! Yang ada cuma bengong, nangis sampai disentak oleh dokternya ‘Sudah bu nanti aja nangisnya, sekarang bukan waktunya. Sekarang harus cari jalan keluarnya’”

Begitu pengakuan seorang ibu di sebuah milis, ketika anaknya divonis menderita autis. Mendapatkan anak dengan kelainan merupakan pukulan tersendiri bagi orang tua, dan rata rata orang tua akan mengalami tahap-tahap seperti marah, sedih, merasa bersalah, tak mau menerima kenyataan, sampai depresi dan ingin bunuh diri.

“Dua bulan lebih aku mengalami depresi yang cukup parah setelah Avie dinyatakan autis”

“Mana mungkin dia Autis, wong tadinya sudah bisa nyanyi 30 laguan sewaktu umur 1,5 tahun...”

“... Aku tertegun begitu aneh.. begitu buruk .. aku hanya mengatakan kepada Dokter : Down Sindrom dok.. kelainan kromosom dok… cacat mental dok..”

“... Kenapa harus saya? kenapa harus Lauda yang menghadapi kenyataan ini? Salah saya apa? Satu hal yang ada dalam hati dan pikiran saya waktu itu adalah MATI….. mungkin KEMATIAN adalah solusi yang terbaik..”

Anak adalah karunia terbesar yang diberikan sang Pencipta kepada manusia. Dalam menciptakan manusia Allah mempunyai rahasia tersendiri. Ada yang dilahirkan normal, dan ada pula yang di lahirkan istimewa, salah satunya adalah anak-anak yang dilahirkan sebagai tunadaksa.

Di sudut mana pun di dunia, reaksi orang tua –terutama ibu-- kala mendapatkan berita buruk yang berkaitan dengan anaknya tak akan jauh-jauh dari pengakuan-pengakuan di atas. Dan itu wajar, sangat manusiawi. Tapi, akankah kita sebagai orang tua akan terus menyesali dan terpuruk dalam kesedihan tanpa berbuat sesuatu untuk anak-anak kita? Tentu tidak!

Mereka adalah anak-anak dari surga. Mereka datang di antara kita untuk menunjukkan kebesaran Allah, menguji sejauh mana kesabaran dan keikhlasan kita, menjadi ‘sarana’ kita mengenal dan mengingat Allah.

Sesungguhnya, yang disebut cacat itu bukanlah kelemahan fisik atau mental tetapi yang pantas disebut cacat adalah mereka yang tidak mampu beramal sholeh. Dan anak-anak itu, tanpa melakukan apa-apa, dengan segala keterbatasannya, hanya dengan senyumannya, mampu menyadarkan kita bahwa masih ada keajaiban di muka bumi ini, bahwa masih ada sesuatu yang layak kita syukuri.

Bukankah sahabat terbaik adalah sahabat yang kala kita menatapnya kita teringat pada Allah? Seperti itu juga seorang anak. Anak terbaik adalah anak yang kala orang tuanya menatapnya, mereka ingat pada Allah. Bukankah seperti itu juga yang dilakukan anak-anak istimewa itu? Dengan segala keterbatasannya, mereka mampu membuat kita berucap “Subhanallah” bahkan untuk hal-hal kecil yang mampu mereka lakukan.

Anak-anak tunadaksa seperti biola tak berdawai. Mereka punya keindahan tersendiri, mereka punya nada-nada, suara-suara tersendiri tapi mereka tak mampu menyuarakannya seperti kita berteriak kepada dunia. Mereka punya jiwa, punya hati. Jiwa disentuh dengan jiwa, hati disentuh dengan hati. Mereka punya dunia sendiri yang tak mungkin bisa kita masuki, tapi bukan berarti tak bisa kita pahami.

Memang bukan hal yang mudah menjalani peran sebagai orang tua dari anak-anak istimewa itu. Dan itu bisa menjelaskan kenapa masih saja ada bayi-bayi berkepala besar, berwajah mongoloid, dan kelainan-kelainan lain, yang ditemukan di tempat sampah atau di depan pintu panti asuhan. Kita tak bisa serta merta menyalahkan orang tua yang membuang anaknya seperti itu, bisa saja mereka berpikir bahwa mungkin nasib anaknya akan jauh lebih baik bila ditemukan dan dirawat orang lain daripada dirawat sendiri oleh mereka.

Ah...tapi tetap saja miris rasanya hati ini jika membayangkan bayi-bayi itu, dengan kepala mereka yang besar, dengan mata mereka yang melirik ke kiri dan ke kanan, dengan wajah yang tampaknya sama di seluruh dunia, anak-anak itu, dengan wajah mongoloid, dengan air liur yang selalu menetes, dengan tangan yang kaku, mereka yang tak pernah menangis, ditinggal begitu saja di tempat sampah, di depan pintu panti asuhan....

Bukankah cinta adalah berarti mau menerima dalam kondisi
apa pun dan melakukan yang terbaik untuk membuat orang yang kita cintai bahagia? Bagaimanapun, menerima mereka apa adanya, tidaklah sama dengan sikap tidak peduli.

Selanjutnya baca aja sendiri.....

mOst WanTed,,akhwaT cAnTik,,,



“Akh, ana mau ngasih tau antum sesuatu”, ujar kawan saya setengah merapat kepada saya.
“Ada apa akh?”, tanya saya. Penasaran.
“Antum tau nggak, istri ana itu dulunya termasuk satu dari dua akhwat yang paling banyak diharapkan sama ikhwan di sini untuk dijadiin istri”, ucapnya sambil tersenyum. Bangga.
“Ah, yang bener akh?’, tanya saya lagi. Tergelitik juga saya dengan omongan kawan baik saya yang satu ini.
“Eh, ana serius akh”, tukasnya dengan mimik serius.
“Ya, ya, ya, ana percaya sama antum”, ujar saya sambil tersenyum. “Lha terus, yang satu lagi siapa? Dia udah nikah juga?”, tanya saya lagi


“Kalo yang satu lagi itu ukh anu. Dia belum nikah akh”, lanjutnya kemudian.
Sambil mengingat-ingat wajah sang akhwat yang dimaksud, sambil tersenyum, saya pun berujar kepada teman saya, “Ya iyalah. Kalau sama ukh itu mah ya pantes aja kalo banyak yang ngefans. Lha wong tampangnya aja udah tampang artis. Kalo antum ngomong begitu, ana juga setuju deh”.
“Terus, dia juga mau nikah sebentar lagi? Wah, kalo emang iya, bakalan ada banyak BPH nih”, canda saya.
“Enggak akh, belum ada yang proses sama dia”, jawabnya. “Eh, BPH itu emangnya apaan sih?”, tanyanya.
“Barisan Patah Hati”, jawab saya kalem.
Kami pun tertawa bersama.
Obrolan ini kemudian saya tanyakan ke seorang kawan saya lainnya di sini, tentang dua orang akhwat yang dulu, sebelum salah satunya menikah, disinyalir menjadi the most wanted akhwat in town. Atau menurut istilah saya semacam “kembang desa”-nya akhwat-lah. Dan dari obrolan tersebut, kawan saya itu membenarkan akan apa yang kawan saya yang pertama tadi katakan.
“Bahkan”, ujarnya, “ dulu sempat ada semacam ketegangan di antara si fulan dan si fulan gara-gara, istilahnya, memperebutkan akhwat itu”, ceritanya. Bersemangat.
“Ya Allah, sampai segitunya pak?”, tanya saya. Takjub.
“Iya akh, emang sampai segitunya”, kata kawan saya sambil tersenyum.
“Trus, nggak sampe ada pertumpahan darah kan?”, celetuk saya.
Kawan saya tertawa. “Ya nggaklah, emangnya jodoh cuma selebar erte satu erwe dua aja.”
Saya juga tertawa.
Kemudian saya bertanya lagi. “Nah, kalo akhwat yang terakhir ini gimana?”.
“Kalo yang ini kayaknya juga sedang ada beberapa kawan kita yang sedang berusaha untuk proses dengan dia”, jelasnya.
“Dulu sih dia sempet mau proses dengan akh fulan”, sambungnya, “cuman nggak jadi. Malah ana dapat pengakuan dari akh anu kalo dia sekarang lagi mau menyusun rencana buat meminang itu akhwat.”
“Halah, kayak mau pilkada aja”, tukas saya. “Trus, cerita selanjutnya gimana?”, tanya saya lagi. Bersemangat.
“Ya, kita liat aja nanti. Emang kenapa? Pak Wahid juga mau berpartisipasi?”, tanyanya kepada saya. Bercanda.
“Wah, kalo bisa jangan pak. Kalo ana sampai ikut di dalam persaingan, nanti takutnya bakalan ada gonjang-ganjing di dunia perpolitikan kita di sini. Bisa-bisa ntar ana didemo lagi sama fulan-fulan itu gara-gara ngerebut lahan orang”, jawab saya sambil cengar-cengir.
“Ya nggak apa-apa pak. Namanya juga usaha”, kelakar kawan saya.
Untuk sesaat. Tercipta keheningan di sela obrolan kami malam itu. Tak lama, kawan saya mulai angkat bicara lagi. Kali ini tampak nada serius di raut wajahnya.
“Ana juga bingung, kenapa ya ikhwan-ikhwan itu lebih mengutamakan wajah ketimbang aspek imaterialnya. Iya sih, cantik itu salah satu kecenderungan fitrah setiap manusia, tapi apakah harus mengorbankan dakwah ini demi sebuah kecantikan?”, ujarnya prihatin.
Ia melanjutkan. “Coba pak Wahid liat, akhwat di sini banyak yang belum menikah, padahal dari segi usia mereka sudah lebih dari cukup untuk segera menikah. Lagipula, apa sih yang kurang dari mereka?” tanyanya retoris. Pertanyaan yang sempat membuat saya serasa tertampar.

Kemudian saya pun membatin, “Apakah saya termasuk bagian dari mereka—para ikhwan yang terlalu mengutamakan kecantikan itu? Semoga saja tidak?”.

Lalu pertanyaannya adalah, sebegitu pentingkah sebuah kecantikan bagi seorang laki-laki sebagai standar utama dalam memilih jodoh? Saya akui, Rasulullah juga menyebutkan aspek tersebut dalam menentukan sosok calon istri, tapi apakah karena itu kita lantas menjadikannya sebagai segala-galanya? Bukankah Rasulullah justru mensyaratkan kebaikan iman sebagai sumber kebahagiaan dalam membina sebuah keluarga? Sebuah pertanyaan yang sulit saya jawab, karena saya hanyalah manusia biasa yang juga memiliki ekspektasi-ekspektasi tertentu akan hal itu.

Akan tetapi saya bertekad untuk tidak meletakkan keyakinan klise nan apologetik itu dalam hati saya selamanya dan saya berusaha untuk menerima ‘bargaining-bargaining ‘ tertentu. Karena saya percaya, ketenangan itu adanya di dalam hati yang mau menerima dengan ringan, meski mata memberikan banyak pesanan.

Dan saya juga percaya, bahwasanya ada kepentingan besar yang jauh lebih pantas diutamakan ketimbang memenuhi semua keinginan kita yang terkadang tidak memiliki korelasi signifikan terhadap kepentingan besar itu.

Saya sadar, keyakinan saya ini akan menuai banyak komentar, baik negatif maupun positif, dari Anda yang mendengarnya. Namun saya hanya mencoba untuk meletakkan sesuatu sesuai dengan tempat yang seharusnya sesuatu itu berada, bukan sekedar tempat yang sebaiknya. Karena Dia Maha Tahu akan apa yang terbaik buat saya, sedangkan saya tidak. Siapa tahu, ada kejutan yang Allah siapkan di balik keyakinan saya itu. Kejutan yang indah. Insya Allah.

Semoga Allah menguatkan hati saya, dan juga Anda (khususnya para lelaki). Amin.


Selanjutnya baca aja sendiri.....

Tiga Tipe Perempuan: Yang Mana Tipe Anda?


Barangsiapa yang melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia mukmin, mereka akan masuk surga ..." (QS. 4:124, 40:40)

"Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97)

"Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beriman diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan ..." (QS. 3:195)

"Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara ..." (QS. 33:36)


"Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71)

Begitu gamblangnya Al Qur'an memperhatikan makhluk perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan tindakan, Al Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan diabadikan dalam Al Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya.
Karena, sekali lagi, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini, hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam Al Qur'an. Dimana Al Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani, seringkali Al Qur'an menyebut nama jelas. Namun untuk melukiskan perempuan "buruk" Al Qur'an tidak menyebut nama secara langsung.

Tipe pertama adalah type wanita saleh yang diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain juga menjadi salah satu nama Surat dalam Al Qur'an. Ia adalah type perempuan saleh yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang tulus kepada Rabb-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS. 3:45).

"Dan Maryam putra Imran, yang menjaga kesucian kehormatannya. Kami tiupkan roh Kami dan ia membenarkan kalimah Tuhan-Nya dan kitab-kitab-Nya dan ia termasuk orang yang taat" (QS. 66:16).

Maryam adalah tipe perempuan saleh. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan nama-nama perempuan saleh baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun dalam sejarah.

Al Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak, melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman. "Dan Allah menjadikan teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a: Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11).

Al Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al Qur'an juga mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh alaihi salam dan istri Nabi Luth alihi salam. Dalam kaitannya dengan hal ini, Al Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya (sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab.

Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah binti Ka'ab, adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu memperjuangkan agama Allah.
Tipe ketiga yang dijelaskan dalam Al Qur'an adalah tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda Yusuf inilah, Al Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? eramuslim - Islam tentu sangat memperhatikan kaum perempuan, dimana hal tersebut tidak berlaku dalam ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam. Posisi perempuan begitu penting (dipentingkan) sehingga sering terdengar suatu ungkapan bahwa tegaknya suatu negara (kelompok) sangat tergantung dengan perilaku perempuan dalam kelompok tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan dengan kesuksesan dan juga kegagalan!

Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, Alqur'an tidak membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat menjelaskan hal tersebut


Selanjutnya baca aja sendiri.....

Menurutku Penting, Menurutnya Bagaimana?


eramuslim - Kadangkala, sebuah rumah tangga bisa retak bahkan hancur berakhir dengan perceraian hanya oleh sebab permasalahan yang sepele. Hal kecil yang dibesar-besarkan, atau hal besar yang dianggap kecil. Sebagian berkasus adanya perbedaan pendapat dan perbedaan sudut pandang mengenai suatu permasalahan. Suasana yang tadinya adem ayem, bisa berubah menjadi perang dingin gara-gara ‘salah tangkap’ terhadap perkataan si pasangan. Kericuhan kecil itu bisa berbuahkan macam-macam. Saling mentertawakan ‘ketidaknyambungan’ masing-masing, atau bahkan berakhir dengan pertengkaran. Kalau yang terakhir ini, seringkali menjadi sad ending. Tak enak tentunya.

Banyak pakar kerumahtanggaan, atau konsultan perkawinan, sampai sesepuh yang telah banyak makan asam garam menyatakan, bahwa inti dari semuanya adalah masalah komunikasi. Bagaimana sepasang suami istri dapat menyatakan sikap dan pendapatnya dengan cara yang baik, pada waktu yang tepat. Seringkali, antara keduanya tidak match, alias tidak nyambung. Memang sulit, ketika permasalahan muncul, mungkin salah satu dari keduanya sedang mengalami bad mood dan tak tepat tentu bila harus menambah lagi beban perasaan dan pikiran padanya. Tetapi rasanya masalah itu demikian mendesak, hingga tak sabar untuk segera diungkapkan. Mulailah pembicaraan itu dilakukan dengan sedikit bumbu emosi, hingga ‘lupa’ akan kata-kata santun dan cara yang baik itu tadi. Ujung-ujungnya, bila lawan bicara tidak mengupayakan kesabaran dan kelegaan hati, pesan yang ingin disampaikan malah berbalik menjadi adu mulut. Pesan tak sampai, pertengkaran dituai. Habis mau bagaimana, sudah kadung emosi, jadinya mencak-mencak saja. Begitu apologinya.

Sedikit banyak, cara berpikir atau sudut pandang seorang pria dalam memandang sebuah permasalahan, bisa berbeda dari seorang wanita. Hal-hal yang dianggap begitu berarti dan meninggalkan kesan bagi seorang wanita, seringkali tak dipandang sebelah mata pun oleh seorang pria. Artinya, bagi mereka, hal-hal kecil tersebut tidak dianggap sebagai hal utama yang harus menguras hati dan pikiran. Sebab masih banyak hal-hal lain yang menempati prioritas tersebut. Contohnya, bagi seorang suami, memikirkan bagaimana caranya untuk menghemat pengeluaran ketika akan membetulkan genting rumah yang rusak, akan menempati sisi ruang pikirannya ketimbang bagaimana perasaan seorang istri yang merasa kesal, letih, dan mengeluhkan perasaannya ketika harus mengepel sendirian saat air bocoran atap menggenang di tiap sudut rumah. Seringkali, seorang pria memaknai suatu permasalahan dengan logikanya; di mana letak kesalahan, bagaimana cara memperbaiki, masuk akal atau tidak, seberapa penting urusan itu, dan sebagainya. Sedangkan wanita, sering memaknainya dengan perasaan dan hati; betapa sakit atau sedihnya ketika mengalami suatu kesulitan, seberapa besar kesan yang berbekas dari sebuah kejadian, apa yang dirasakan ketika sebuah pekerjaan dilakukan, dan lain-lain. Tidak selalu memang, tetapi hal ini seringkali dialami. Akibatnya, ada hal-hal yang terasa ‘tidak nyambung’ ketika suatu permasalahan (baik kecil maupun besar) terkuak dan harus segera diselesaikan.

Hal tersebut memang tidak bisa digeneralisasi, walaupun banyak penelitian membuktikannya dengan berbagai studi kasus. Sebab, setiap manusia memang diciptakan Allah dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Mengapa perbedaan tersebut ada pada diri tiap pria dan wanita, adalah karena Allah menciptakan dua makhluk tersebut untuk saling melengkapi dan saling menentramkan. Kelebihan yang ada pada diri seorang pria, akan dapat menutupi dan melengkapi kekurangan yang ada pada diri seorang wanita, dan sebaliknya. Bila dikatakan seorang pria berasal dari Planet Mars, hingga mereka terkesan begitu ‘asing’ bagi seorang wanita, mungkin agak terlalu berlebihan adanya. Malah bisa jadi, ungkapan tersebut akan ‘mendorong’ otak dan hati kita untuk berpikir macam-macam dan mencari-cari sisi perbedaan dari lawan jenis atau pasangan kita. Yang akhirnya akan timbul, adalah perasaan nelangsa bahwa harus menghadapi perbedaan itu seumur hidup.

Mengapa tak utamakan saja berpikiran positif? Bahwa ketika ‘konflik kecil’ muncul akibat perbedaan cara berpikir itu, masing-masing bisa menjelaskan alasan dari pernyataan sikapnya. Menjelaskan manfaat dan mudharat-nya, sehingga bisa dilihat, mana argumen yang lebih baik, yang bisa diterima dan dilaksanakan. Apalagi bila menyangkut urusan rumah tangga. Menyelesaikan konflik dengan emosi hanya akan menimbulkan perdebatan panjang yang tidak akan membawa hasil yang baik bagi keduanya. Sebab bila emosi sudah muncul, maka amarah akan mudah untuk tersulut, dan bila api sudah menyala besar, maka sangat sulit untuk meredamnya. Mendahulukan kelapangan hati untuk menerima segala pendapat yang dikeluarkan pasangan, untuk kemudian sama-sama merundingkan dan memikirkannya dengan baik, adalah langkah yang bijaksana. Sehingga keduanya bisa saling memberikan masukan positif dan diterima dengan baik, tentunya dengan memperhatikan cara penyampaian dan waktu yang tepat. Memang tak mudah, sebab untuk melakukannya diperlukan pertimbangan cermat akan kondisi hati dan fisik pasangan. Saat ia lelah dan kelihatan sedang menanggung beban berat, bukan gerutuan dan keluh panjang yang ia butuhkan. Sepertinya memang diperlukan kemauan kuat untuk dapat mengatur diri dalam menghadapi segala situasi ketika masalah itu muncul. Menahan diri untuk tidak menyampaikannya sampai kondisi benar-benar memungkinkan, akan jauh lebih efektif dibandingkan langsung ‘dimuntahkan’ ditambah emosi pula. Bila dalam pekerjaan dan aktivitas keseharian kita dapat berlaku efektif, mengapa sulit untuk mengusahakannya demi kelancaran berkomunikasi dengan pasangan?

Segalanya memang keluar dari hati, dan dasarnya adalah keimanan. Ketaqwaan dan kedekatan diri pada Allah akan menjadikan diri ini lebih bersabar dan tenang dalam menghadapi segala sesuatu. Bukankan setan memang selalu ada untuk menggoda manusia? Ia tak akan henti-hentinya menghembus-hembuskan kebencian dan kedengkian, hanya untuk merusak hubungan yang telah terjalin indah, berdasarkan cinta karena-Nya. Dan kita tak boleh lupa, bahwa setan adalah musuh nyata bagi manusia.

Mulailah dengan mengintrospeksi diri masing-masing, melihat lebih dalam pada suatu hal yang ingin dibicarakan dengan pasangan. Pahami bahwa setiap diri kita memiliki sifat yang berbeda, dan perbedaan itu seharusnya dapat menjadi sebuah kebaikan sebab akan dapat saling melengkapi. Proses mengetahui dan memahami karakter dan sifat pasangan adalah proses pengenalan yang akan berlaku sepanjang masa. Membuka dengan lapang hati dan pikiran sehingga komunikasi berjalan lancar, akan berbuahkan rasa cinta yang besar dan rasa saling membutuhkan. Sehingga perkataan "menurutku penting, menurutnya bagaimana", yang biasanya diungkapkan ketika sedang curhat kepada teman-teman dekat, akan berganti menjadi “menurutku penting, menurutmu bagaimana”. Buka keran komunikasi itu selebar-lebarnya dengan pasangan, supaya ia tahu apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasangannya. Dengan demikian, masing-masing kita akan belajar memahami dan membuka diri terhadap pasangan. Tidak lantas mengeluh, memendam sendirian kekesalan itu, atau bahkan membuka ‘rahasia’ itu kepada teman-teman terdekat kita. Bukankah jauh lebih baik bila keterbukaan itu kita bangun bersama dengan suami atau istri tercinta?

Selalu tak mudah dalam memulai sebuah kebiasaan baru. Namun, memulai berusaha untuk mendengarkan baik-baik dan menyampaikan sesuatu dengan cara yang baik dan waktu yang tepat, akan menjadi awal bagi keterbukaan yang indah. Belajarlah untuk berempati, dan berpikirlah positif dahulu sebelum menilai sesuatu. Mengapa ia menganggap satu hal ini sebagai hal kecil dan sepele? Mungkin alasannya adalah demikian dan demikian. Jawaban itu ada bila dibicarakan.

Menurutku penting, menurutmu bagaimana? Mari kita bicarakan bersama.



Selanjutnya baca aja sendiri.....

13 sikap pRia yang Tak disUkai wanita,,


Para istri atau kaum wanita adalah manusia yang juga mempunyai hak tidak suka kepada laki-laki karena beberapa sifa-sifatnya. Karena itu kaum lelaki tidak boleh egois, dan merasa benar. Melainkan juga harus memperhatikan dirinya, sehingga ia benar-benar bisa tampil sebagai seorang yang baik. Baik di mata Allah, pun baik di mata manusia, lebih-lebih baik di mata istri. Ingat bahwa istri adalah sahabat terdekat, tidak saja di dunia melainkan sampai di surga. Karena itulah perhatikan sifat-sifat berikut yang secara umum sangat tidak disukai oleh para istri atau kaum wanita. Semoga bermanfaat.



Pertama, Tidak Punya Visi

Setiap kaum wanita merindukan suami yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Dalam pembukaan surah An Nisa’:1 Allah swt. Berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Dalam ayat ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa tujuan hidup berumah tangga adalah untuk bertakwa kepada Allah. Takwa dalam arti bersungguh mentaati-Nya. Apa yang Allah haramkan benar-benar dijauhi. Dan apa yang Allah perintahkan benar ditaati.

Namun yang banyak terjadi kini, adalah bahwa banyak kaum lelaki atau para suami yang menutup-nutupi kemaksiatan. Istri tidak dianggap penting. Dosa demi dosa diperbuat di luar rumah dengan tanpa merasa takut kepada Allah. Ingat bahwa setiap dosa pasti ada kompensasinya. Jika tidak di dunia pasti di akhirat. Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang hancur karena keberanian para suami berbuat dosa. Padahal dalam masalah pernikahan Nabi saw. bersabda: “Pernikahan adalah separuh agama, maka bertakwalah pada separuh yang tersisa.”

Kedua, Kasar

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki. Karena itu Nabi saw. menjelaskan bahwa kalau wanita dipaksa untuk menjadi seperti laki-laki tulung rusuk itu akan patah. Dan patahnya berarti talaknya. Dari sini nampak bahwa kaum wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Karena itu Allah memerintahkan para suami secara khusus agar menyikapi para istri dengan lemah lembut: Wa’aasyiruuhunna bil ma’ruuf (Dan sikapilah para istri itu dengan perlakuan yang baik) An Nisa: 19. Perhatikan ayat ini menggambarkan bahwa sikap seorang suami yang baik bukan yang bersikap kasar, melainkan yang lembut dan melindungi istri.

Banyak para suami yang menganggap istri sebagai sapi perahan. Ia dibantai dan disakiti seenaknya. Tanpa sedikitpun kenal belas kasihan. Mentang-mentang badannya lebih kuat lalu memukul istri seenaknya. Ingat bahwa istri juga manusia. Ciptaan Allah. Kepada binatang saja kita harus belas kasihan, apalagi kepada manusia. Nabi pernah menggambarkan seseorang yang masuk neraka karena menyikas seekor kucing, apa lagi menyiksa seorang manusia yang merdeka.

Ketiga, Sombong

Sombong adalah sifat setan. Allah melaknat Iblis adalah karena kesombongannya. Abaa wastakbara wakaana minal kaafiriin (Al Baqarah:34). Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Allah berfirman dalam hadits Qurdsi: “Kesombongan adalah selendangku, siapa yang menandingi aku, akan aku masukkan neraka.” Wanita adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan wanita. Karena itu para istri yang baik tidak suka mempunyai suami sombong.

Sayangnya dalam keseharian sering terjadi banyak suami merasa bisa segalanya. Sehingga ia tidak mau menganggap dan tidak mau mengingat jasa istri sama sekali. Bahkan ia tidak mau mendengarkan ucapan sang istri. Ingat bahwa sang anak lahir karena jasa kesebaran para istri. Sabar dalam mengandung selama sembilan bulan dan sabar dalam menyusui selama dua tahun. Sungguh banyak para istri yang menderita karena prilaku sombong seorang suami.

Keempat, Tertutup

Nabi saw. adalah contoh suami yang baik. Tidak ada dari sikap-sikapnya yang tidak diketahui istrinya. Nabi sangat terbuka kepada istri-istrinya. Bila hendak bepergian dengan salah seorang istrinya, nabi melakukan undian, agar tidak menimbulkan kecemburuan dari yang lain. Bila nabi ingin mendatangi salah seorang istrinya, ia izin terlebih dahulu kepada yang lain. Perhatikan betapa nabi sangat terbuka dalam menyikapi para istri. Tidak seorangpun dari mereka yang merasa didzalimi. Tidak ada seorang dari para istri yang merasa dikesampingkan.

Kini banyak kejadian para suami menutup-nutupi perbuatannya di luar rumah. Ia tidak mau berterus terang kepada istrinya. Bila ditanya selalu jawabannya ngambang. Entah ada rapat, atau pertemuan bisnis dan lain sebagainya. Padahal tidak demikian kejadiannya. Atau ia tidak mau berterus terang mengenai penghasilannya, atau tidak mau menjelaskan untuk apa saja pengeluaran uangnya. Sikap semacam ini sungguh sangat tidak disukai kaum wanita. Banyak para istri yang tersiksa karena sikap suami yang begitu tertutup ini.

Kelima, Plinplan

Setiap wanita sangat mendambakan seorang suami yang mempunyai pendirian. Bukan suami yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama ia bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).

Keenam, Pembohong

Banyak kejadian para istri tersiksa karena sang suami suka berbohong. Tidak mau jujur atas perbuatannya. Ingat sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh ke tanah. Kebohongan adalah sikap yang paling Allah benci. Bahkan Nabi menganggap kebohongan adalah sikap orang-orang yang tidak beriman. Dalam sebuah hadits Nabi pernah ditanya: hal yakdzibul mukmin (apakah ada seorang mukmin berdusta?) Nabi menjawab: Laa (tidak). Ini menunjukkan bahwa berbuat bohong adalah sikap yang bertentangan dengan iman itu sendiri.

Sungguh tidak sedikit rumah tangga yang bubar karena kebohongan para suami. Ingat bahwa para istri tidak hanya butuh uang dan kemewahan dunia. Melainkan lenbih dari itu ia ingin dihargai. Kebohongan telah menghancurkan harga diri seorang istri. Karena banyak para istri yang siap dicerai karena tidak sanggup hidup dengan para sumai pembohong.

Ketujuh, Cengeng

Para istri ingin suami yang tegar, bukan suami yang cengeng. Benar Abu Bakar Ash Shiddiq adalah contoh suami yang selalu menangis. Tetapi ia menangis bukan karena cengeng melainkan karena sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Namun dalam sikap keseharian Abu Bakar jauh dari sikap cengeng. Abu Bakar sangat tegar dan penuh keberanian. Lihat sikapnya ketika menghadapi para pembangkang (murtaddin), Abu Bakar sangat tegar dan tidak sedikitpun gentar.

Suami yang cenging cendrung nampak di depan istri serba tidak meyakinkan. Para istri suka suami yang selalu gagah tetapi tidak sombong. Gagah dalam arti penuh semangat dan tidak kenal lelah. Lebih dari itu tabah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

Kedelapan, Pengecut

Dalam sebuah doa, Nabi saw. minta perlindungan dari sikap pengecut (a’uudzubika minal jubn), mengapa? Sebab sikap pengecut banyak menghalangi sumber-sumber kebaikan. Banyak para istri yang tertahan keinginannya karena sikap pengecut suaminya. Banyak para istri yang tersiksa karena suaminya tidak berani menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Nabi saw. terkenal pemberani. Setiap ada pertempuran Nabi selalu dibarisan paling depan. Katika terdengar suara yang menakutkan di kota Madinah, Nabi saw. adalah yang pertama kaluar dan mendatangi suara tersebut.

Para istri sangat tidak suka suami pengecut. Mereka suka pada suami yang pemberani. Sebab tantangan hidup sangat menuntut keberanian. Tetapi bukan nekad, melainkan berani dengan penuh pertimbangan yang matang.

Kesembilan, Pemalas

Di antara doa Nabi saw. adalah minta perlindingan kepada Allah dari sikap malas: allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajizi wal kasal , kata kasal artinya malas. Malas telah membuat seseorang tidak produktif. Banyak sumber-sumber rejeki yang tertutup karena kemalasan seorang suami. Malas sering kali membuat rumah tangga menjadi sempit dan terjepit. Para istri sangat tidak suka kepada seorang suami pemalas. Sebab keberadaanya di rumah bukan memecahkan masalah melainkan menambah permasalah. Seringkali sebuah rumah tangga diwarnai kericuhan karena malasnya seorang suami.

Kesepuluh, Cuek Pada Anak

Mendidik anak tidak saja tanggung jawab seorang istri melainkan lebih dari itu tanggung jawab seorang suami. Perhatikan surat Luqman, di sana kita menemukan pesan seorang ayah bernama Luqman, kepada anaknya. Ini menunjukkan bahwa seorang ayah harus menentukan kompas jalan hidup sang anak. Nabi saw. Adalah contoh seorang ayah sejati. Perhatiannya kepada sang cucu Hasan Husain adalah contoh nyata, betapa beliau sangat sayang kepada anaknya. Bahkan pernah berlama-lama dalam sujudnya, karena sang cucu sedang bermain-main di atas punggungnya.

Kini banyak kita saksikan seorang ayah sangat cuek pada anak. Ia beranggapan bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri. Sikap seperti inilah yang sangat tidak disukai para wanita.

Kesebelas, Menang Sendiri

Setiap manusia mempunyai perasaan ingin dihargai pendapatnya. Begitu juga seorang istri. Banyak para istri tersiksa karena sikap suami yang selalu merasa benar sendiri. Karena itu Umar bin Khaththab lebih bersikap diam ketika sang istri berbicara. Ini adalah contoh yang patut ditiru. Umar beranggapan bahwa adalah hak istri mengungkapkan uneg-unegnya sang suami. Sebab hanya kepada suamilah ia menemukan tempat mencurahkan isi hatinya. Karena itu seorang suami hendaklah selalu lapang dadanya. Tidak ada artinya merasa menang di depan istri. Karena itu sebaik-baik sikap adalah mengalah dan bersikap perhatian dengan penuh kebapakan. Sebab ketika sang istri ngomel ia sangat membutuhkan sikap kebapakan seorang suami. Ada pepetah mengatakan: jadilah air ketika salah satunya menjadi api.

Keduabelas, Jarang Komunikasi

Banyak para istri merasa kesepian ketika sang suami pergi atau di luar rumah. Sebaik-baik suami adalah yang selalu mengontak sang istri. Entah denga cara mengirim sms atau menelponnya. Ingat bahwa banyak masalah kecil menjadi besar hanya karena miskomunikasi. Karena itu sering berkomukasi adalah sangat menentukan dalam kebahagiaan rumah tangga.

Banyak para istri yang merasa jengkel karena tidak pernah dikontak oleh suaminya ketika di luar rumah. Sehingga ia merasa disepelekan atau tidak dibutuhkan. Para istri sangat suka kepada para suami yang selalu mengontak sekalipun hanya sekedar menanyakan apa kabarnya.

Ketigabelas, Tidak Rapi dan Tidak Harum

Para istri sangat suka ketika suaminya selalu berpenampilan rapi. Nabi adalah contoh suami yang selalu rapi dan harum. Karena itu para istrinya selalu suka dan bangga dengan Nabi. Ingat bahwa Allah Maha indah dan sangat menyukai keindahan. Maka kerapian bagian dari keimanan. Ketika seorang suami rapi istri bangga karena orang-orang pasti akan berkesan bahwa sang istri mengurusnya. Sebaliknya ketika sang suami tidak rapi dan tidak harum, orang-orang akan berkesan bahwa ia tidak diurus oleh istrinya. Karena itu bagi para istri kerapian dan kaharuman adalah cermin pribadi istri. Sungguh sangat tersinggung dan tersiksa seorang istri, ketika melihat suaminya sembarangan dalam penampilannya dan menyebarkan bahu yang tidak enak. Allahu a’lam
Sumber: dakwatuna, 3/6/2008 | 28 Jumadil Awal 1429 H

Selanjutnya baca aja sendiri.....

Kutemukan Belahan Jiwaku ...


eramuslim - Rahasia jodoh, rejeki dan kematian adalah mutlak milik Allah Swt, tidak ada satu makhluk pun yang dapat mengetahuinya kecuali sang Pemilik diri kita. Hal tersebut telah terpatri erat dalam pikiranku sejak lewat dua tahun lalu. Mendorongku untuk terus berikhtiar dan selalu berkhusnudzon kepada Allah Azza wa Jalla tentang kapan saatnya tiba menemukan belahan jiwaku.

Dalam proses pencarian diusiaku yang ketiga-puluh-tiga, beberapa teman dekat mulai dijajaki, ta'aruf pun dilakukan. Dalam proses ta'aruf, salah seorang sempat melontarkan ide tentang pernikahan dan rencana khitbah.

Namun herannya, hati ini kok emoh dan tetap tidak tergerak untuk memberikan jawaban pasti. Hey, what's going on with me? Bukankah aku sedang dikejar usia yang terus merambat menua? Bukankah aku sedang dalam proses pencarian belahan jiwa? Bahkan seorang sahabat sempat berkomentar miring tentang keengganan aku memberikan respon kepada salah satu dari mereka. Si sahabat mengatakan bahwa aku adalah type 'pemilih' yang lebih suka jodoh yang tampan, kaya raya dan baik hati, dan lainnya yang serba super dan wah. Tapi, aku gelengkan kepalaku ke arahnya karena kriteria seorang calon suami bagiku adalah si dia seorang muslim sejati yang mempunyai visi yang sama untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Tapi lucunya, kalau diminta untuk mengejewantahkan ke dalam diri seseorang, jujur saja aku tidak tahu.

Again, jodoh sesungguhnya sebuah rahasia yang mutlak milik Allah Swt. Proses pertemuanku dengan sang suami pun bak cerita dongeng. Jangankan sahabat atau rekan kantor, pun jika kami kembali me-rewind proses pertemuan kami, wuih ... unbelievable! but it happened! Subhanallah...

Suamiku adalah sosok yang biasa dan sangat sederhana, namun justru kesederhanaan dan keterbiasaannya itulah yang memikat hati ini. Dan, alhamdulillaah hampir mendekati kriteria seorang suami yang aku dambakan. Di beberapa malam kebersamaan kami, suami sering menanyakan kepadaku tentang satu hal, "apakah bunda bahagia menikah dengan aku?" aku pun menjawab dengan jeda waktu sedikit lama, "ya, bunda bahagia, ayah". Masya Allah, seandainya suamiku tahu, besarnya rasa bahagia yang ada di dada ini lebih dari yang dia tahu. Besarnya rasa syukur ini memiliki dia cukup menggetarkan segenap hati sampai aku perlu jeda waktu untuk menjawab pertanyaannya. Hanya, aku masih belum mampu mengungkapkan secara verbal. Allah yang Maha Mengetahui segala getaran cinta yang ada di hati bunda, Allah yang Maha Mengetahui segala rasa sayang yang ada di jiwa bunda. Karena, atas nama Allah bunda mencintai ayah.

Pertama kali aku melihat suamiku adalah ketika acara ta'lim kantor kami di luar kota. Kami berdua belum mengenal satu sama lain. Hanya kesederhanaan dan wajah teduhnya sempat mampir di dalam pikiranku. Beberapa hari kemudian, aku terlibat diskusi di forum ta'lim yang difasilitasi oleh kantor kami. Di sinilah aku merasakan kuasa Allah yang sangat besar. Rupanya teman diskusi itu adalah si empunya wajah teduh tersebut. Ini aku ketahui ketika kami janjian bertemu di suatu majelis ta'lim di salah satu masjid di Jakarta. Sempat juga aku kaget ketika menemui wajah yang tidak asing itu. Setelah acara ta'lim selesai, kami sempat mengobrol selama kurang dari satu jam dan kami pun pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada yang special pada saat itu, at all.

Namun beberapa hari kemudian, entah kenapa wajah teduh itu mulai hadir di pikiranku kembali. Ternyata hal yang sama pun terjadi di pihak sana. Kami pun sepakat untuk melakukan ostikharah. Subhanallaah, tidak ada kebimbangan sama sekali dalam hati kami berdua untuk menyegerakan hubungan ini ke dalam pernikahan. Satu minggu setelah pertemuan kami di masjid, sang calon suami pun melamarku lewat telepon. Pun tanpa ada keraguan aku menjawab YA, ketika dia mengatakan akan membawa keluarganya untuk meng-khitbah ahad yang akan datang.

Pernikahan kami terlaksana justru bersamaan dengan rencana khitbah itu sendiri. Proses yang terjadi adalah keajaiban buat kami berdua dan semua adalah kuasa Allah yang ditunjukkan kepada kami. Kami rasakan 'tangan' Allah benar-benar turun menolong memudahkan segala urusan. Hari H yang semestinya adalah pertemuan antar dua keluarga dalam acara khitbah, justru dilakukan bersamaan dengan akad nikah. Sujud syukur kami berdua, karena semua acara berjalan begitu lancar, dari mulai dukungan seluruh keluarga, urusan penghulu dan pengurusan surat-surat ke KUA, hanya dilakukan dalam waktu 1 hari 1 malam!!. Maha Suci Allah, hal tersebut semakin menguatkan hati kami, bahwa pernikahan ini adalah rencana terbaik dari Allah Swt dan Dia-lah Pemersatu bagi perjanjian suci kami ini. Dalam isak tangis kebahagiaan kami atas segala kemudahan yang diberikan-Nya, tak pernah putus kami bersyukur akan nikmat-Nya. Insya Allah, pernikahan kami merupakan hijrahnya kami menuju kehidupan yang lebih baik dengan mengharap ridho Allah, karena tanggal pernikahan kami selisih satu hari setelah hari Isra mi'raj.

Akhirnya setelah sekian lama aku mengembara mencari pasangan hidup ternyata jodohku tidak pernah jauh dari pelupuk mata. Suamiku adalah teman satu kantor yang justru tidak pernah aku kenal kecuali dua minggu sebelum pernikahan kami. Inilah rahasia Allah Swt yang tidak pernah dapat kita ketahui kecuali dengan berkhusbudzon kepada-Nya. Percayalah, bahwa Allah Swt adalah sebaik-sebaik Pembuat keputusan. Serahkanlah segala urusan hanya kepada Allah semata. Jika sekarang para akhwat yang sudah di atas usia kepala tiga merasa khawatir karena belum mendapatkan pasangan/jodoh, percayalah selalu akan janji Allah di dalam firman-Nya:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir". (ar-Ruum:21)

Jangankan manusia, hewan dan buah-buahan pun diciptakan Allah perpasangan. Ber-khusnudzon selalu kepada-Nya bahwa, entah esok, lusa, satu bulan, satu tahun atau bahkan mungkin sepuluh tahun nanti, dengan ijin Allah, jodoh kalian pasti akan datang. Pasangan jiwa yang terbaik yang dijanjikan dan dipersatukan-Nya dalam perjanjian suci yang disebut pernikahan.

Selanjutnya baca aja sendiri.....

Kado Bagi Wanita, Bertolak dari Pertarungan Ideologi Kartini


eramuslim - Wanita dalam tinta sejarah tidak akan pernah kering disebut dalam pembentukan sebuah peradapan dunia. Dari jaman dahulu kala hingga detik sekarang wanita menjadi buah pembicaraan yang laris manis, dari jaman Hawa sampai jaman Mega, wanita menjadi soroton utama yang melegendaris.

Flash back, kembali membuka memori kita pada sejarah lama. Wanita dulu terkenal dengan kelemah-lembutan dan keibuannya, bersifat pemalu, terkungkung adat tidak memiliki sebuah ‘kebebasan’ karena terpasung oleh sebuah tradisi ‘pingitan’ yang menyebabkan wanita terbelakang dalam pemikiran. Wanita terperosok dalam ‘penjara’ yang dibuat oleh para pendahulunya, kekolotan dan keluguan menjadi ikoniknya. Ya begitulah kurang lebih gambaran wanita jaman lama.

Coba kita komparasikan dengan wanita sekarang. Atas nama emansipasi, banyak wanita yang rela meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu peradapan demi sebuah karier. Memang tak ada yang melarang wanita berkarier, tapi perlu diperhatikan konsep norma yang ada. Wanita sekarang banyak yang menanggalkan atribut ‘malunya’. Sudah bukan barang langka lagi, kian hari emansipasi kian mirip dengan liberalisasi dan feminisasi. Banyak wanita yang terjebak pada pemikiran modern dan liberal, wanita sejajar dengan pria dalam apapun. Pemikiran barat (westernisasi) menjadi parameter keberhasilan wanita sekarang. Fenomena itu dapat kita temukan setiap saat dimanapun dan kapanpun. Di televisi banyak sekali kita temukan wanita sebagai obyek komersil yang menguntungkan para ‘pecundang materi’, bisa kita lihat salah satunya adalah Inul Daratista dengan goyangan erotisnya memberikan sebuah ‘hiburan baru’ bagi masyarakat.

Dampak yang terjadi, banyak anak kecil yang menirukan aksi ngebornya tanpa mempedulikan adanya rasa ewuh dan kesopansantunan. Rasa malu sudah tercerabut dari nurani. Eksploitasi menjadi kepentingan disana, tanpa disadari secara tidak langsung oleh pelakunya. Modernisasi, apologinya. Itu baru sebagian kecil sebuah deskripsi wanita sekarang. Wanita kini telah maju ke belakang. Artinya secara outlook maju, tetapi pemikiran mengalami sebuah penurunan kemajuan. ‘Kemajuan’ yang terjadi dianggap sebagai bentuk emansipasi atau modernisasi.

Ya begitulah kondisi Indonesia. Kembali pada sejarah lama, kita tengok perjalanan Kartini. Kartini dalam kumpulan suratnya : Door Duisternis Tot Licht, yang diartikan Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Armin Pane, dapat dijadikan salah satu tumpuan dalam mencermati sebuah pertarungan ideology yang terjadi saat ini. Setiap manusia memiliki derajat yang sama dan berhak mendapat perlakuan sama, Kartini mengenal prinsip tersebut melalui semboyan Revolusi Perancis Liberty, Egalite dan Fraternite (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan), yang pada dasarnya itu adalah prinsip Islam. Waktu itu terjadi adanya diskriminasi perlakuan karena adanya diskriminasi keningratan, semakin tinggi keningratan seseorang maka semakin tinggi pula rasa hormat manusia lain kepadanya. Hal yang terjadi saat sekarangpun tidak jauh beda, status sosial masih menjadi pertimbangan yang sulit dihapuskan dalam memperlakukan orang lain. Kartini dalam sebuah suratnya (18 Agustus 1899) kepada Stella mengatakan bahwa “Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran (fikroh) dan keningratan budi (akhlaq). Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah orang yang beramal sholeh, orang yang bergelar Graaf atau Baron?…..”

Pesan moral yang terkandung sangat dalam dari petikan surat tersebut. Ada beberapa hal yang bisa diambil dari petikan surat tersebut.

Pertama, Kartini secara tidak langsung meletakkan dasar agama dalam petikan surat tersebut, artinya agama hendaknya menjadi perhatian utama dalam kehidupan wanita khususnya dan manusia umumnya. Faktor fikroh dan akhlaq yang pada dasarnya bermuara pada agama menjadi penentu utama dalam kehidupan manusia (terkhusus bagi wanita). Dengan pegangan agama yang kuat, wanita akan mampu bertahan dalam menghadapi berbagai pergolakan hidup, godaan dan fitnah.

Kedua, maju dan tidaknya sebuah peradaban tidak hanya ditentukan oleh banyaknya aplikasi westernisasi / budaya barat, tetapi substansi maju yang sesungguhnya adalah dari sisi ideologi atau pemikiran. Hal tersebut diperkuat dengan surat Kartini yang ditujukan kepada Ny. Abendanon 27 Oktober, 1902, yang berbunyi : “…. Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna ?. Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradapan ?”. Artinya bahwa budaya barat bukanlah menjadi parameter keberhasilan dalam membentuk sebuah peradapan baru yang bermutu.
Ketiga, wanita dalam kehidupannya dituntut untuk lebih jeli dan peka dalam menentukan sebuah pilihan, moral dan religi hendaknya menjadi tumpuannya.

Keempat, wanita harus mampu memainkan peran dan tugas utamanya sebagai wanita ‘yang sesungguhnya’. Hendaknya wanita berorientasi dan berpikir jauh ke masa depan, sehingga generasi-generasi yang terlahir dari rahimnya menjadi manusia unggulan yang mampu membentuk sebuah peradapan baru yang berkualitas.

Kelima, untuk memiliki pemikiran yang berperadapan tinggi dibutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang sebagaimana proses yang telah dialami oleh wanita pejuang kita ; Kartini. Kita ingat kembali pesan moral yang disampaikan dalam surat Kartini tentang perjuangan. “Hidup ini patut kita hayati! Bagaimana kita mau menang kalau kita tidak berjuang lebih dahulu ?”. Perjuangan tidak akan pernah berhenti untuk mewujudkan sebuah mimpi , cita-cita dan kepentingan yang sejati dan hakiki. Penderitaan akan senantiasa mengiringi sebuah perjuangan, kepada wanita : ‘SELAMAT, MARI KITA TETAP BERJUANG !’.

Keenam, wanita memiliki bargaining position yang tinggi dalam membentuk sebuah peradaban baru. Untuk membentuk manusia beradab, harus dimulai dari seorang ibu selaku pendidik manusia pertama.

Ketujuh, Kartini yang merupakan salah satu representasi dari wanita memiliki keberanian untuk mendobrak adat yang pada dasarnya bertentangan dengan HAM dan Islam. Sebuah pemikiran maju yang diungkapkan oleh wanita produk jaman dulu. Luar biasa. Bagaimana dengan pemikiran wanita sekarang yang mengaku ‘berperadapan maju’ dalam memaknai sebuah modernisasi ?

Sebagai penutup dalam tulisan ini, terkhusus bagi saudariku para kaum wanita, pertarungan ideologi dalam kehidupan kita akan senantiasa bergolak. Perlu kita pikirkan dan perhitungkan ketika pilihan sebuah ideologi itu telah menjadi pilihan bagi kita. Wanita yang cerdas tidak belajar sejarah an-sich, tetapi dari sejarah dia belajar. Kembali ke fitroh menjadi wanita sepenuhnya, sebuah bargaining yang perlu kita perhatikan agar menjadi ‘manusia sepenuhnya’. Pilihan adalah sebuah konsekuensi, gimana para ibu dan calon ibu ?. Siap meretas sebuah perdapan baru ?

Selanjutnya baca aja sendiri.....

13 sIkaP waNiTa yang tIdak disUkai PrIa,,,



Sehingga tidak ada pertanyaan lagi oleh para istri mulai saat ini, tentang sebab mengapa para suami mereka lari dari rumah. Karena salah satu Pusat Kajian di Eropa telah mengadakan survai seputar 20 sifat perempuan yang paling tidak disukai laki-laki. Survai ini diikuti oleh dua ribu (2000) peserta laki-laki dari beragam umur, beragam wawasan dan beragam tingkat pendidikan.

Survai itu menguatkan bahwa ada 13 sifat atau tipe perempuan yang tidak disukai laki-laki:



Pertama, perempuan yang kelaki-lakian, “mustarjalah”

Perempuan tipe ini menempati urutan pertama dari sifat yang paling tidak disukai laki-laki. Padahal banyak perempuan terpandang berkeyakinan bahwa laki-laki mencintai perempuan “yang memiliki sifat perkasa”. Namun survai itu justru sebaliknya, bahwa para peserta survai dari kalangan laki-laki menguatkan bahwa perempuan seperti ini telah hilang sifat kewanitannya secara fitrah. Mereka menilai bahwa perangai itu tidak asli milik perempuan. Seperti sifat penunjukan diri lebih kuat secara fisik, sebagaimana mereka menyaingi laki-laki dalam berbagai bidang kerja, terutama bidang yang semestinya hanya untuk laki-laki… Mereka bersuara lantang menuntut haknya dalam dunia kepemimpinan dan jabatan tinggi! Sebagian besar pemuda yang ikut serta dalam survai ini mengaku tidak suka berhubungan dengan tipe perempuan seperti ini.

Kedua, perempuan yang tidak bisa menahan lisannya “Tsartsarah”

Tipe perempuan ini menempati urutan kedua dari sifat yang tidak disukai laki-laki, karena perempuan yang banyak omong dan tidak memberi kesempatan orang lain untuk berbicara, menyampaikan pendapatnya, umumnya lebih banyak memaksa dan egois. Karena itu kehidupan rumah tangga terancam tidak bisa bertahan lebih lama, bahkan berubah menjadi “neraka”.

Ketiga, perempuan materialistis “Maaddiyah”

Adalah tipe perempuan yang orientasi hidupnya hanya kebendaan dan materi. Segala sesuatu dinilai dengan harga dan uang. Tidak suka ada pengganti selain materi, meskipun ia lebih kaya dari suaminya.

Keempat, perempuan pemalas “muhmalah”

Tipe perempuan ini menempati urutan keempat dari sifat perempuan yang tidak disukai laki-laki.

Kelima, perempuan bodoh “ghobiyyah”

Yaitu tipe perempuan yang tidak memiliki pendapat, tidak punya ide dan hanya bersikap pasif.

Keenam, perempuan pembohong “kadzibah”

Tipe perempuan yang tidak bisa dipercaya, suka berbohong, tidak berkata sebenarnya, baik menyangkut masalah serius, besar atau masalah sepele dan remah. Tipe perempuan ini sangat ditakuti laki-laki, karena tidak ada yang bisa dipercaya lagi dari segala sisinya, dan umumnya berkhianat terhadap suaminya.

Ketujuh, perempuan yang mengaku serba hebat “mutabahiyah”

Tipe perempuan ini selalu menyangka dirinya paling pintar, ia lebih hebat dibandingkan dengan lainnya, dibandingkan suaminya, anaknya, di tempat kerjanya, dan kedudukan materi lainnya…

Kedelapan, perempuan sok jagoan, tidak mau kalah dengan suaminya

Tipe perempuan yang selalu menunjukkan kekuatan fisiknya setiap saat.

Kesembilan, perempuan yang iri dengan perempuan lainnya.

Adalah tipe perempuan yang selalu menjelekkan perempuan lain.

Kesepuluh, perempuan murahan “mubtadzilah”

Tipe perempuan pasaran yang mengumbar omongannya, perilakunya, menggadaikan kehormatan dan kepribadiannya di tengah-tengah masyarakat.

Kesebelas, perempuan yang perasa “syadidah hasasiyyah”

Tipe perempuan seperti ini banyak menangis yang mengakibatkan laki-laki terpukul dan terpengaruh semenjak awal. Suami menjadi masyghul dengan sikap cengengnya.

Keduabelas, perempuan pencemburu yang berlebihan “ghayyur gira zaidah”

Sehingga menyebabkan kehidupan suaminya terperangkap dalam perselisihan, persengketaan tak berkesudahan.

Ketigabelas, perempuan fanatis “mumillah”

Model perempuan yang tidak mau menerima perubahan, nasehat dan masukan meskipun itu benar dan ia membutuhkannya. Ia tidak mau menerima perubahan dari suaminya atau anak-anaknya, baik dalam urusan pribadi atau urusan rumah tangganya secara umum. Model seperti ini memiliki kemampuan untuk nerimo dengan satu kata, satu cara, setiap harinya selama tiga puluh tahun, tanpa ada rasa jenuh!

Ketika Laki-Laki Memilih

Dari hasil survai di Eropa itu, dikomparasikan dengan pendapat banyak kalangan dari para pemuda, para suami seputar hasil survai itu, maka bisa kita lihat pendapatnya sebagai berikut:

Sebut saja namanya Muhammad Yunus (36) tahun, menikah semenjak sebelas tahun, ia berkomentar:

“Saya sepakat dengan hasil survai itu. Terutama sifat “banyak omong dan malas”. Tidak ada sifat yang lebih jelek dari perilaku mengumbar omongan, tidak bisa menahan lisan, siang-malam dalam setiap perbincangan, baik berbincangan serius atau canda, menjadikan suaminya dalam kondisi sempit, dan marah, apalagi suaminya telah menjalankan pekerjaan berat di luar, di mana ia membutuhkan ketenangan dan kejernihan pikiran di rumah.

Saya baru mengetahui dari rekan saya yang memiliki istri model ini, tidak bisa menahan lisannya di setiap pembicaraan, setiap waktu dan dengan semua orang. Suaminya telah menasehatinya berulang kali, agar bisa menahan omongan, namun ia tidak menggubris nasehatnya sehingga berakhir dengan perceraian.

Pada umumnya model istri yang banyak omong, itu lebih pemalas di rumahnya. Bagaimana ia menggunakan waktu yang cukup untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, sedangkan ia sibuk ngobrol dengan para tetangga dan teman?!.

Jamil Abdul Hadi, sebut saja namanya begitu, insinyur berumur 34 tahun, menikah semenjak 9 tahun, ia berkomentar:

“Tidak ada yang lebih buruk dari model perempuan yang materialistis, selalu menuntut setiap saat, meskipun suaminya menuruti permintaannya, ia terus meminta dan menuntut!!

Tipe perempuan ini, sayangnya tidak mudah menerima perubahan menuju lebih baik, tidak gampang menyesuaikan diri dalam kehidupan apa adanya. Boleh jadi kondisi demikian berangkat dari asuhan semenjak kecilnya. Saya tidak diuji Allah dengan model perempuan seperti ini, namun justru saya diuji dengan istri perasa dan cengeng.

Dengan tertawa Mahmud as Sayyid menerima hasil survai ini, ia berkomentar:

“Demi Allah, sungguh menarik ada lembaga atau Pusat Study yang menggelar survai dengan pembahasan seputar ini. Survai ini meskipun memiki cara pandang dan penilaian yang berbeda-beda, namun terungkap bahwa cara pandang itu satu sama lain tidak saling bertentangan…”

Lain lagi dengan Mahmud, sebut saja begitu. Belum menikah, mahasiswa di universitas. Ia berujar tentang mimpinya, yaitu istri yang akan mendampinginya, ia mengharap:

“Pasti saya menginginkan tidak mendapatkan istri yang memiliki tipe sebagaimana hasil survai di atas. Tetapi mengingat tidak ada istri yang “sempurna”, karena itu saya masih mungkin menerima tipe perempuan di atas kecuali tipe perempuan pembohong. Istri pembohong akan lebih mudah mengkhianati, tidak menghormati hubungan suami-istri, tidak memelihara amanah, tidak bisa dipercaya. Setiap orang pada umumnya tidak menyenangi sifat bohong, baik laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Karena akan berdampak negative pada anak-anaknya, karena anak-anak akan meniru dirinya!!.

Ketika ia ditanya tentang tipe perempuan “kelaki-lakian”. Perempuan yang menyerupai laki-laki dalam segala hal dan menyanginya dalam segala hal. Ia berkomentar:

“Tidak masalah berhubungan dengan istri tipe seperti ini, selagi sifat “kelaki-lakian” tidak mengalahkan dan mengibiri sifat aslinya. Selagi ia masih mengemban kerja dan tugas yang sesuai dengan tabiat perempuan, seperti nikah, mengandung, menyusui dan lainnya.”

“Perempuan “kuat” menurut saya akan mengetahui bagaimana ia mengurus kebutuhan dirinya, mengarahkan dan mengatur keluarga dan anak-anaknya. Akan tetapi segala sesuatu ada batasnya yang tidak boleh diterjangnya. Sebagaimana seorang perempuan tidak suka terhadap laki-laki yang “banci”, seperti berbicara dan berperilaku layaknya perempuan. Sebagaimana juga laki-laki tidak suka terhadap perempuan yang mengedepankan sifat kelaki-lakian… segala sesuatu ada batas ma’kulnya. Jika melampaui batas sewajarnya, yang terjadi adalah dampak negatif.

Tidak ada seorang istri yang “sempurna”. Dan memang ada berbedaan cara penilaian dan cara pandang antara laki-laki satu dengan laki-laki lain. Namun ada kaidah umum yang disepakati oleh samua. Yaitu menolak sikap bohong, penipu, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.”

Semoga tulisan ini menambah informasi dan pengalaman buat para istri dan calon istri. Dan tentunya bermanfaat bagi laki-laki, sehingga para suami mampu bermuasyarah atau berhubungan dengan istri-istrinya dengan cara makruf, sebagaimana yang digariskan dalam Al qur’an. Allah swt berfirman:

“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Al Nisa’:19

Dan karena perempuan “syaqaiqur rijal” saudara kembar laki-laki, yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan, untuk membangun “baiti jannati” sehingga keduanya mampu bersinergi untuk mewujudkan citanya itu dalam pengembaraan kehidupan ini. Allahu a’lam
Sumber: dakwatuna, 22/5/2008 | 16 Jumadil Awal 1429 H

Selanjutnya baca aja sendiri.....

Allah Sedang Mengabulkan Do'aku Yang Terbesar


eramuslim - Aku menangis. Untuk ke sekian kali. Entahlah, aku tidak dapat menjelaskan dengan kata-kata kenapa aku bisa terus mengeluarkan air itu di kedua sudut mataku itu. Aku hanya bisa berdiam, di sudut kamar, mencoba merefleksikan dimana aku sekarang, dan sudah sejauh apakah kakiku melangkah menjauhi kehidupanku sebelumnya.

Berulang kali saya berteriak dalam hati "SIAPA SEBENARNYA AKU?"

Bulan Desember beberapa tahun lalu...

Aku tiba-tiba menjadi sorotan banyak kawan. Aku diberi selamat. Dilontari dengan pujian dan rasa syukur. Banyak kudapati mata-mata yang menyorot tidak percaya. Jujur…..itu yang menbuatku bisa ‘kuat’ pada saat itu.

Pada saat yang sama sekaligus aku dengarkan bisik-bisik yang berisi caci maki dan protes di belakangku. Dan mungkin ini yang membuatku selalu menangis dalam kesendirian di awal-awal perubahan itu.

Aku memang memutuskan berubah. Aku yang semula dikenal amburadul, aktivis pecinta alam, yang sangat mengagungkan komunitas lelaki, sekaligus seorang penggiat di kelompok teater TEMIS, tiba-tiba memutuskan untuk menghijabi penampilan, bahkan langsung dengan mengenaikan pakaian dan jilbab lebar !

Entahlah, aku tidak begitu megingat apa yang sedang terjadi waktu itu.

Aku tidak sedang sakit hati karena putus cinta, aku tidak sedang frustasi karena apapun.

Yang terjadi waktu itu adalah (dan ini yang saya yakin sekali),

"ALLAH SEDANG KABULKAN DO’AKU YANG TERBESAR!"

Banyak orang bertanya kenapa aku bisa mengambil keputusan yang begitu kontroversal seperti itu ? (kontroversial…? Tidak juga !) Well, satu prinsip yang selalu aku pegang adalah : "jangan nafikan kebenaran, dari siapapun datangnya…"

Maka ketika mulai muncul keresahan dalam diriku mengenai kehidupan yang sedang aku jalani. Ada beragam pertanyaan yang aku sendiri tiada mampu menjawabnya. "Apa yang sebenarnya aku cari dari begitu banyak aktivitas yang kugeluti?" "Apa yang aku dapati sepulang besenang-senang dengan ‘geng’ ku?"

Kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam (kebun mawar di jimbaran menjadi tempat favorit kami), kadang seharian hanya untuk bersenang-senang. Tapi begitu pulang aku kembali merasa kesepian…….. Aku mulai bertanya "akan seperti inikah hidup saya?" "Akan seperti ini teruskah waktu kuhabiskan?"

Aku mulai merasakan ketidaknyamanan……

Akhirnya aku mulai berkenalan dengan orang-orang rohis di kampus. Awalnya aku emoh mengenal mereka. Aku berfikir bahwa mereka adalah kelompok eksklusif yang pasti akan memandang rendah orang lain, khususnya aku.

Tapi saya aku akan tantangan……

Jadilah aku berkenalan dengan mereka.

Ternyata.... aku keliru. Stempelku terhadap mereka basi. Mereka ternyata adalah orang-orang yang penuh perhatian dan memiliki banyak cinta untuk dibagikan….

Dan aku tertarik untuk mengambil cinta itu…

Jadilah kami saling mencintai…. karena Allah tentu…

Dari mereka resahku terjawab. Dari mereka aku fahami kebenaran itu. Aku mendapat banyak ilmu dari seluruh pertanyaan yang kulontarkan dan mampu mereka jawab.

Aku merasa menemukan sesuatu yang kucari selama ini. Jujur….aku mulai merasa nyaman dengan berdekatan bersama mereka.

Maka inilah yang kudapati dari pengembaraan ini. Untuk mengingatnya selalu aku coba menuliskannya. Tidak hanya dalam buku catatanku, tapi turut tersimpan rapi dalam ruang fikir dan hati yang tidak bersekat.

Kehidupan pada hakekatnya merupakan arena besar untuk manusia. Dalam kehidupan, jasad manusia menjadi bagian dari realita dunia materi. Jasad tersebut menjadi potensi besar yang dimiliki oleh manusia. Dengannya manusia mampu mengekspresikan dua unsur, yaitu akal dan ruh (hati).

Maka ketika hanya kekuatan jasad yang dominan, manusia akan menjadi sosok yang ‘bodoh dan penantang’. Allah sebutkan hal ini dalam Q.S Yaasiin :77

"Dan apakah manusia tidak bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani). Maka tiba-tia ia menjadi penantang yang bodoh"

Selain itu, ada lagi sosok manusia yang tidak hanya memperhatikan unsur jasad mereka tapi juga ruh ruhani dan aqli. Mereka membebaskan diri dari pandangan-pandangan sempit materalisme. Mereka memandang bahwa unsur terpenting mereka adalah unsur ruh karena ruh itulah yang bergerak. Ia masuk ke rahim ibu, kemudian ke alam jasadi, alam fisik atau dunia materi. Dan akhirnya ia kembali ke alam yang sebenarnya.

Manusia-manusia ini disebut manusia fitrah. Yaitu manusia-manusia yang memahami hakekat kemanusiaannya. Meyakini Allah yang ghaib.

Keyakinan manusia-manusia fitrah ini begitu kuat. Mereka menjalani hari-hari dalam hidupnya dengan optimis.

Merekalah manusia yang menjual dirinya kepada Allah dengan tebusan surga yang penuh kenikmatan. Allah menjelaskan cirri-cirinya dalam Q.S Taubah:112

"Mereka itu adalah at taibun, al Hamidun, al Abidun, as Saibun, ar Ra’kiun as Sajidun, al Amruna bil ma’ruf wan Nabuna anil munkar, al Hafidzuna li bududillah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.."

Begitulah….

Aku gemetar untuk menuliskan lebih lanjut perenungan ini.

Bukan aku memang yang membuat kata-kata itu. Tapi hal itu tidak membuatku menjadi tidak merenung lebih dalam ketika membacanya.

Aku lantas bertekad untuk hidup lebih lama di dunia. Aku perlu hidup. Karena dengan menjadi hidup dan bernyawa, aku mampu melakukan perniagaan kepada Allah SWT. Perniagaan yang memperjual belikan surga ….Aku harus mampu membuktikan bahwa saya mampu menjadi manusia fitrah !

Tujuan hidupku cuma satu….

"Bagaimana aku mampu menjadi manusia cerdas, yang memiliki visi jauh ke depan, tidak hanya di dunia materi ini tapi juga di alam kekal abadi, tempat manusia sebenarnya. Dengan itu aku termotivasi untuk mencari bekal hidup, melalui kesadaran awal bahwa saya hanyalah seorang hamba."

Maka beginilah aku ….

Tidak terasa aku sudah menjalani proses ‘keajaiban’ ini selama 3 tahun kurang 97 hari. Aku tidak berusaha mengatakan bahwa saya jauh lebih baik dari orang lain. Tapi setidaknya diriku hari ini jauh lebih baik daripada diriku yang beberapa tahun lalu.

Dan aku berbahagia untuk itu……

Selanjutnya baca aja sendiri.....

istRiku maaFkan akU,,,


Mungkin ada benarnya, perempuan itu lebih cepat dewasa daripada lelaki. Setidaknya aku banyak belajar pada kesabaran istriku ketika menapaki tahun-tahun awal pernikahan.

"Assalaamu'alaikum," Kata-kataku tak terlalu ramah. Wajahku kusut. Badanku capek. Yang paling berat, jiwaku amat lelah.

"Wa 'alaikumus salam ...," jawab istriku sambil menghampiri pintu, sun tangan dan mengambil tas sekolahku. Kali ini tak ada kecup mesraku. Entah kenapa beku rasa hatiku. Bahkan keramahan istriku tidak menggelitik syaraf-syarafku untuk tersenyum.

"Kenapa ...?" Itu saja yang keluar dari mulut istriku, melihat reaksiku yang tidak seperti biasanya. Lalu dia beranjak ke tempat tas sekolahku biasa disimpan.

Aku bisa merasakan tentu dia merasakan keanehan sikapku sore ini. Mestinya aku bisa cepat berganti peran, melupakan berbagai himpitan persoalan di kampus atau persoalan lain di luar rumah. Tapi aku tak bisa menguasai diriku. Aku seolah sedang terbang dengan egoku. Aku cuek dengan sekelilingku, bahkan terhadap istriku yang saat ini sedang dilanda bingung ...

"Akang capek ... Mau tidur dulu!" Betapa ketusnya ucapan itu keluar.

"Mau langsung tidur, enggak makan dulu? Udah dimasakin capcay lho," Kata-kata istriku masih seramah tadi. Capcay, pikirku. Makanan kesukaanku. Tapi saat itu enzim-enzim perasa lidahku pun seolah ikut lelah. Selelah hatiku.

"Enggak lapar Neng," Aku melangkah begitu saja ke kamar tidur meninggalkan istriku.

"Ya sudah, kalau capek mangga ditidurkan dulu. Nanti jika kebangun malam, masakan ada di meja ya ...," kata istriku, masih dengan nada lembut. Tapi justru kata-kata lembut itu makin menyiksaku. Hati yang sesaat sakit memang terlalu kasar untuk bisa mengapresiasi kelembutan.

Masih dengan baju lusuh yang dipakai seharian tadi, aku menjatuhkan badanku ke ranjang. Berbagai rasa aneh berkecamuk di hatiku. Aku merasakan betapa kekanak-kanakan sikapku. Bagaimana mungkin aku bersikap seperti ini? Tapi lagi-lagi egoku mengalahkan segala kewarasan untuk bersikap. Aku mencoba memejamkan mata. Gagal. Beberapa menit aku coba untuk benar-benar tidur. Masih gagal. Setelah berkali-kali badan bolak-balik di tempat tidur. Berganti-ganti posisi antara memeluk guling, terlentang, telungkup, akhirnya aku tertidur.

Aku merasa pegal. Otot-otot sekitar leher dan punggungku terasa agak tegang. Aku terjaga. Sambil beradaptasi dengan cahaya lampu tidur yang agak redup, aku mencoba membaca jarum jam di lengan kananku. Hmm, jam sebelas. Ya ampun, perutku keroncongan. Aku coba mengingat, kenapa aku merasa lapar. Sekelebat aku ingat capcay. Ya, istriku bilang dia masak capcay.

Istriku. Dengan refleks aku lekas mencari wajah istriku. Dalam keremangan aku bisa melihat dia tidur pulas. Wajah itu begitu teduh. Tapi mengapa wajahnya nampak seperti menyimpan lelah. Pikiranku terseret ke suasana sore tadi. Ya Allah, apa yang sudah aku lakukan? Astagfirullah. Aku masih menatap lelah di wajah istriku. Tidak seperti bisanya, tak ada gurat sumringah pada wajahnya saat tidur kali ini.

Maafkan aku, sayang, aku kehilangan kontrol sore tadi. Dan lelah wajahnya menghadirkan bayangan-bayangan keramahan dan kelembutannya saat dia menyambutku, yang tiba-tiba bersikap aneh sore tadi. Beribu penyesalan berkecamuk di dadaku. Tak terasa ada setetes dua tetes air mata di ujung kelopak mataku. Maafkan aku, sayang.. Aku kecup lembut kening istriku. Dia menggeliat sebentar, tapi kembali lelap dalam tidurnya.

Hati-hati aku bangun dari tempat tidur, khawatir membuat istriku terganggu. Aku melangkah ke kamar mandi. Berwudhu. Kemudian sholat. Berkecamuk jiwaku dalam sholat. Aku malu pada Allah. Aku malu pada caraku bersikap di rumah sore ini. Selepas sholat aku memohon ampun padaNya atas sikapku yang berlebihan dan tak mampu menguasai emosi dengan baik. Sesak rasanya dadaku pada munajat. Tetesan air mata kali ini adalah untuk penyesalanku bersikap tak ramah pada istriku.

***

Selanjutnya baca aja sendiri.....

caRi jOdOh,,,


,,,gimana Cara Mendapatkan Jodoh?

1 Mengusulkan kepada Orang Tua
2 Memilih Sendiri atau Menanti Pinangan
3 Menerima Pilihan Orang Tua
4 Menerima Tawaran
5 Minta Dicarikan


. MENGUSULKAN KEPADA ORANG TUA

"Salah seorang di antara kedua wanita itu berkata, 'Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (kepada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik engkau ambil untuk bekerja (kepada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (Al-Qashash: 26).


Ayat di atas mengisahkan dua putrid Nabi Syuaib yang ditolong Musa saat memberi minum domba gembalannya di sebuah telaga. Telaga tersebut saat itu dipenuhi penggembala laki-laki yang menggiring dombanya untuk diberi minum. Setelah menerima pertolongan Musa, salah seorang putrid Nabi Syuaib mendapat kesan mendalam terhadapnya. Setiba di hadapan ayahnya dia menceritakan kejadian tersebut. Nabi Syuaib lalu meminta agar laki-laki yang menolongnya itu dipanggil. Setelah Musa menghadap Nabi Syuaib, salah seorang putrinya mengusulkan agar ayahnya mempekerjakan pemuda ini karena seorang yang kuat lagi jujur.

Nabi Syuaib memahami keinginan putrinya yang tersembunyi di balik usulnya. Sebagai seorang ayah yang bijaksana dan halus dalam memahami perasaan putrinya, Nabi Syuaib menyetujui usul putrinya. Beliau kemudian menawarkan kepada Musa untuk bekerja di tempatnya dengan imbalan dinikahkan dengan putrinya yang tertarik kepadanya. Akhirnya Musa menyetujui tawaran Nabi Syuaib untuk bekerja selama delapan tahun dan sesudah itu dia akan menjadi suami putrid Nabi Syuaib yang menginginkannya.

Langkah yang ditempuh putrid Nabi Syuaib ini merupakan langkah tepat untuk berkompromi dengan orang tuanya. Dengan langkah tersebut, keinginannya untuk mendapatkan laki-laki idamannya terpenuhi dan kehendak orang tua juga terlaksana karena calon yang diajukannya benar-benar sesuai dengan persyaratan agama.

Masyarakat dan syariat Islam memandang bahwa mengusulkan jodoh kepada orang tua sebagaimana yang dilakukan putrid Nabi Syuaib bukanlah langkah tercela. Langkah ini telah ditempuh oleh keluarga terhormat (keluarga Nabi Syuaib) sebagaimana diuraikan oleh Allah di dalam Alquran. Hal ini dimaksudkan memberi pelajaran bagi umat Islam bahwa mereka dapat menempuh langkah ini untuk mendapatkan jodoh. Anak perempuan yang menginginkan seorang laki-laki dapat mengusulkan kepada orang tuanya agar meminta lelaki yang bersangkutan menjadi suaminya. Demikian halnya anak laki-laki, ia bisa mengusulkan calon istri kepada orang tuanya.

Langkah mengusulkan jodoh kepada orang tua mencerminkan bahwa seorang anak tetap menghargai turut campurnya orang tua dalam memilihkan jodoh untuk dirinya. Langkah ini mengisyaratkan adanya hak anak untuk menentukan calon suami atau calon istrinya tanpa mengesampingkan orang tua. Dengan langkah ini, titik temu antara kepentingan orang tua dan anak dalam memilih jodoh dapat diperoleh. Adanya kemerdekaan atau kebebasan anak dan orang tua dalam menyatakan keinginan dan pendapatnya menghasilkan kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Hal ini memberi pelajaran kepada segenap orang tua muslim bahwa pendapat dan penilaian putra-putrinya dalam memilih jodoh harus dihargai.

Dalam mengusulkan jodoh kepada orang tuanya, anak harus memiliki persamaan pedoman dengan orang tua agar tercapai keinginannya. Keduanya harus ikhlas dan memiliki kesungguhan untuk mematuhi ketentuan agama untuk menghindari munculnya perselisihan yang menimbulkan permusuhan antara orang tua dan anak dalam usaha mendapatkan jodoh.

Sebaliknya, terhadap calon yang diusulkan anak, orang tua hendaknya melakukan pengenalan dan penelitian tentang akhlak dankualitas keislamannya. Bila calon yang diajukan memenuhi syarat yang digariskan agama, tidak ada alasan bagi mereka untuk mempersulit atau menolaknya.

Ringkasnya, perempuan atau laki-laki, yang tidak mengingainkan terjadinya konflik dengan orang tuanya saat memilih jodoh, dapat menempuh langkah seperti yang dilakukan oleh putri Nabi Syuaib.


Sumber: 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib

(Buku 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib diterbitkan oleh penerbit Irsyad Baitus Salam, Sukamenak Indah Blok i-42, Bandung 40227, Telepon [022] 5402826)

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
II. MEMILIH SENDIRI ATAU MENANTI PINANGAN

Abdurrahman bin Auf berkata kepada Ummu Hakim binti Qarizh, "Maukah kamu menyerahkan urusanmu kepadaku?" Ia menjawab, "Baiklah." Ia berkata, "Kalau begitu, baiklah kamu saya nikahi." (HR Bukhari).


"… dan tidak berdosa kamu meminang wanita-wanita itu dengan sendirian atau kamu menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hatimu …." (Al-Baqarah: 235).

Hadis di atas menerangkan bahwa Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah saw. datang kepada Ummu Hakim, salah seorang perempuan sahabat Nabi saw. Kepada perempuan itu Abdurrahman bin Auf meminta untuk menyerahkan urusan mencari calon suami dan pernikahannya kepada dirinya. Ummu Hakim kemudian menyerahkan hal itu kepada Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman pun mengatakan kepada Ummu Hakim bahwa dia sendiri yang menikahinya.

Hadis di atas menjelaskan bahwa Abdurrahman memilih sendiri Ummu Hakim sebagai istrinya dan tidak dijodohkan atau dipilihkan orang lain.

Seseorang yang ingin menikah dibenarkan oleh Islam mencari sendiri calonnya, bahkan boleh menikahkan dirinya sendiri kepada perempuan yang dinikahinya, seperti yang dilakukan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf. Pernikahan seperti ini sah karena perbuatan Abdurrahman tidak pernah disalahkan oleh para sahabat atau Nabi saw.

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa seorang perempuan yang ingin menikah boleh berlaku pasif untuk mendapatkan jodohnya. Ia menanti pinangan seorang laki-laki yang datang bermaksud menjadikan dirinya sebagai istri.

Seorang perempuan yang menanti pinangan haruslah tetap menjaga ketentuan agama mengenai sifat laki-laki yang baik menjadi suami. Ini bertujuan supaya kelak ia tidak terjerumus ke dalam kehidupan rumah tangga yang merugikan dirinya. Ia tidak seharusnya tergesa-gesa menerima pinangan sebelum melakukan penelitian dengan baik dan melakukan istikharah serta minta pertimbangan kepada orang-orang yang jujur. Selain itu, dalam masa penantian, ia perlu berdoa dan melakukan ibadah sunah, seperti puasa Dawud, bersedekah, dan salat hajat agar diberi kemudahan oleh Allah dalam mendapatkan jodoh.

Islam membenarkan seseorang memilih sendiri calon suami atau calon istrinya. Cara ini sudah berjalan berabad-abad dan tetap dipertahankan oleh Islam sebagai tatanan yang benar. Sebaliknya, wanita dibenarkan menanti pinangan dari seorang laki-laki. Oleh karena itu, tidaklah tercela seorang perempuan bersikap pasif dalam mencari jodoh, karena hal tersebut juga tidak terlarang oleh Islam.

Sumber: 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib
III. MENERIMA PILIHAN ORANG TUA


Dari Aisyah, ia berkata, "Telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah saw., lalu berkata, 'Ya Rasulullah, ayah saya telah menikahkan saya dengan keponakannya agar dapat meringankan beban dirinya.' Maka, beliau menyerahkan urusan ini kepadanya. Perempuan itu lalu berkata, 'Saya benarkan apa yang dilakukan ayah saya, tetapi saya ingin agar kaum perempuan tahu bahwa para bapak tidak mempunyai hak sedikit pun dalam urusan ini'." (HR Ahmad).


Hadis di atas mengisahkan seorang ayah yang menjodohkan putrinya denganlelaki pilihannya. Perempuan tersebut kemudian mengadukan kejadian itu kepada Rasulullah saw. Beliau akhirnya menyerahkan penyelesaian masalah itu kepadanya. Ia ternyata bersedia menerima lelaki pilihan orang tuanya untuk dijadikan suami. Tetapi, di hadapan orang banyak dia ingin menyatakan bahwa menjodohkan anak--seperti yang terjadi pada dirinya--bukan hak mutlak orang tua. Artinya, jika anak menolak, orang tua tidak boleh memaksa. Sikap ini dibenarkan oleh Rasulullah saw.

Kasus yang terdapat dalam hadis di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa salah satu langkah mendapatkan jodoh ialah menerima pilihan orang tua. Pernikahan seorang perempuan atau laki-laki dengan pasangan yang dipilihkan orang tuanya sah menurut Islam. Oleh karena itu, seorang perempuan atau laki-laki yang dipilihkan jodohnya oleh orang tua tidak perlu merasa hak-haknya diabaikan. Islam mengakui bahwa setiap orang bebas mendapatkan jodoh yang diinginkannya. Akan tetapi, ternyata yang bersangkutan tidak mampu mendapatkannya, sedangkan orang tua dapat mengusahakan, Islam membenarkan anak menerima pilihan orang tuanya.

Anak, perempuan atau laki-laki, yang dipilihkan jodohnya oleh orang tua hendaklah menanggapi secara baik. Jika calon tersebut memenuhi criteria dan syarat yang digariskan Islam, hendaklah ia lebih mengutamakan pilihan orang tua daripada menantikan yang tidak pasti. Pada awalnya mungkin sekali anak tidak tertarik kepada pilihan orang tua, namun ia bisa mengamati kelebihan calon pasangannya sebagai daya tariknya.

Banyak anak, perempuan maupun laki-laki, lebih mementingkan pilihannya sendiri hanya karena pilihan orang tua sepintas dipandang kurang cocok di hatinya, bukan karena yang bersangkutan tidak memenuhi criteria dan syarat yang digariskan oleh Islam. Akibatnya, calon yang diharapkannya tidak kunjung muncul sehingga sangat terlambat baginya untuk berumah tangga.

Oleh karena itu, seseorang bisa mendapatkan jodoh dengan menerima pilihan orang tua. Selama calon yang diajukan oleh orang tua memenuhi criteria yang digariskan oleh Islam, anak sebaiknya mempertimbangkan pilihan tersebut dengan baik. Insya Allah, langkah ini akan membawa berkah baginya sehingga terhindar dari keterlambatan berumah tangga atau melajang seumur hidup.

Sumber: 15 Cara & Langkah Mendapatkan Jodoh, Drs. M. Thalib

Selanjutnya baca aja sendiri.....
 
Free Blogger Templates