Minggu, 23 Agustus 2009

(samBil) menUnggUnya pulang

Menjadi seorang istri dan sekaligus seorang ibu memang berat. Tak hanya waktu luang untuk diri sendiri yang harus dikikis sekian persen demi kepentingan keluarga, namun juga porsi pencerdasan diri yang sepertinya lambat laun mengalami degradasi. Akibat sibuknya mengurus rumah tangga kah? Begitu kira-kira yang menjadi alasan sebagian wanita.

Saya menemui banyak teman wanita yang sudah menikah, yang mengeluhkan hal-hal di atas. Mereka mengatakan bahwa banyak dari waktu mereka tersita untuk hanya mengurusi pernak-pernik rumah tangga, dari mulai urusan dapur, cuci-mencuci, membereskan rumah, melayani suami, dan menjaga anak hingga tertidur sampai larut malam. Tenaga dan pikiran sudah pasti terkuras. Dan ujungnya, pemaafan yang seringkali jadi senjata andalan untuk tidak lagi rajin membaca buku, perbanyak tilawah, dan melakukan ibadah sunnah lainnya.

Padahal menjadi seorang ibu dan istri membutuhkan kekuatan, tidak hanya dalam hal kekuatan fisik. Seorang ibu yang memiliki wawasan yang luas, akan menjadi 'sekolah' abadi bagi anak-anaknya kelak, dan kesalihahannya akan membentuk mereka menjadi seorang yang penuh dengan keimanan. Seorang istri yang memiliki kecerdasan, pastinya akan menjadi teman bicara dan bercurah hati yang sangat menyenangkan bagi suami. Pun ibadahnya yang terjaga, akan menjadikan suami bertambah sayang serta termotivasi untuk saling meningkatkan kualitas diri.

Masalahnya sekarang adalah pada keterampilan diri masing-masing wanita untuk memanajemen seluruh aktivitasnya. Sehingga tak lagi ada alasan 'tak ada waktu' atau 'tidak sempat'. Tidak ada seorang ibu dan istri yang sempurna, namun kita semua bisa berusaha untuk mengoptimalkan tenaga yang ada, untuk tetap menjadikan diri ini 'berseri' tak hanya dari luarnya saja.

Saya mengenal seorang ibu muda yang telah memiliki empat orang anak. Usianya sendiri mungkin sekitar tiga puluhan. Ia seorang penulis yang cukup produktif, dan bahkan baru-baru ini telah mengeluarkan lagi buku terbarunya. Saya langsung tertarik untuk bertanya mengenai kiat-kiatnya dalam meluangkan waktu untuk menulis, sedangkan tiga orang anaknya telah sekolah. Saya membayangkan, betapa repotnya ia harus membagi waktunya untuk mereka. Salah satu kiat yang saya dapatkan adalah, menulis di waktu pagi hari sekitar pukul delapan hingga sebelas siang. Saat itu, ketiga anaknya sedang berada di sekolah, dan suami berada di kantor, hingga ia punya cukup waktu untuk menyicil menyelesaikan naskah. Wah, kalau begitu, tak ada 'istirahat pagi' atau 'tidur siang' dong?! Begitu pikir saya seketika. Namun jawabnya, "Sambil menunggu mereka pulang, waktu yang ada musti dimanfaatkan sebaik-baiknya."

Berusaha menjadi mandiri untuk memenuhi kebutuhan pribadi, memang tak salah. Apalagi bila diri kita sanggup untuk membagi waktu sedemikian rupa hingga tak ada prioritas yang dikorbankan.

Kemudian bila hari telah siang dan kesemua anak telah berkumpul, sempatkan diri untuk menyebarkan perhatian dan kasih sayang itu kepada mereka. Yang kecil mungkin akan tertidur hingga sore tiba, dan mereka yang sudah sibuk dengan urusan sekolah dapat berkumpul bersama bunda-nya, menceritakan kejadian-kejadian apa yang dialami di sekolah, sampai urusan menyelesaikan pekerjaan rumah.

Ketika tiba waktu sore, kita bisa membebaskan mereka untuk bermain sebentar, dan mengajak adiknya yang kecil bersama bila memungkinkan, sementara kita menyiapkan diri untuk memasak makan malam dan menyambut suami. Bersihkan dan percantik diri, itu penting. Dengan tubuh yang segar, keletihan yang mungkin sudah menyerang sejak siang setidaknya bisa terobati sedikit. Bersantai sejenak sambil membaca buku, bisa juga dijadikan pilihan aktivitas untuk rehat.

Menjelang maghrib, ajak anak-anak untuk berkumpul sambil membaca doa-doa harian. Mungkin mereka juga akan sangat senang bila sang bunda berkenan membacakan cerita-cerita perjuangan para Nabi dan Sahabat, atau cerita penuh hikmah lainnya. Tentu hal ini pun bisa dilakukan menjelang mereka tidur. Bercerita atau mendongeng adalah salah satu bentuk komunikasi dan pembelajaran efektif untuk anak.

Dan ketika suami telah pulang, alangkah indahnya bila seluruh anggota keluarga dapat menunaikan shalat berjamaah, dilanjutkan dengan makan malam bersama.

Sungguh, tak mudah menjadi seorang istri dan ibu, dan rasanya mustahil untuk mewujudkan mimpi menjadi 'super mom' atau 'super wife'. Sekian aktivitas yang dipaparkan di atas tentunya akan menemui berbagai kendala, sesuai dengan kondisi masing-masing yang berbeda. Tetapi, tetap optimis dan berusaha untuk melakukan yang terbaik, juga suatu hal yang patut diperjuangkan. Bukankah kesibukan di rumah adalah salah satu bentuk jihad bagi kaum wanita?

Maka, bersemangatlah! Jangan jadikan peran mulia ini sebagai momen di mana kita biarkan degradasi keimanan menjadi godaan. Sambil menunggunya (mereka) pulang, tetapkan hati kita untuk tetap bisa meningkatkan kualitas diri!

sbr:http://eramuslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Blogger Templates